Perwakilan Masyarakat Sipil dan Masyarakat Adat di Papua Barat menantang Gubernur Papua Barat, Drs. Dominggus Mandacan untuk mempriortiaskan dan memberikan pengakuan hak penguasaan, pemilikan dan pengelolaan hutan kepada masyarakat adat Papua. Masyarakat sipil menolak program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial, yang tidak sejalan dengan aspirasi, pengetahuan dan hak masyarakat adat Papua.
Sulfianto Alias mewakili Perkumpulan Panah Papua menyampaikan “kita ketahui bersama bahwa deforestasi di Papua kerap terjadi di wilayah yang telah dibebani perizinan usaha pemanfaatan hasil hutan dan lahan skala luas. Pada satu sisi bahwa telah terjadi perebutan lahan milik masyarakat adat yang difasilitasi oleh negara kepada pemegang izin. Akibatnya terdapat ketimpangan penguasaaan lahan secara legal antara pemegang izin dan masyarakat adat. “Pemerintah mempunyai program perhutanan sosial (termasuk hutan adat) dan reforma agraria yang jauh dari tuntutan dan permintaan masyarakat adat, apalagi program ini sekedar didorong di wilayah diluar konsesi perizinan maka hal ini menjadi sia sia dan belum menyelesaikan permasalahan ketimpangan lahan yang dikuasai oleh pemodal, pemerintah seharusnya melindungi hutan termasuk pada kawasan hutan yang telah dibebani izin”. Sapa Alias Alias Menambahkan, “Selain itu, Cita cita untuk mengatasi perubahan iklim tidak akan bisa teratasi sebab deforestasi masih terus saja berlangsung hingga saat ini khususnya di wilayah berizin”. Berdasarkan Data dari Masyarakat Sipil bahwa terdapat sekitar 3 juta hektar hak masyarakat adat atas hutan yang di berikan kepada pemegang izin untuk pengelolaan hasil hutan, sedangkan hak pengelolaan hutan oleh masyarakat adat melalui hutan adat masih nol hektar. Di Sektor perkebunan, 0,5 Juta hektar lahan di Papua Barat dikuasai hanya oleh 9 kelompok sedangkan kepemilikan lahan milik masyarakat adat di wilayah berizin ini belum ada. “Sedangkan Program Reforma Agraria hanya sekedar proyek semata. Tidak mampu menyelesaikan ketimpangan lahan terutama di wilayah yang telah dibebani izin dan masyarakat adat tidak tahu kalau izin tersebut telah diberikan kepada pemodal” imbuh Alias Nerius D. Sai Selaku perwakilan Perkumpulan Mongka Papua mempertanyakan peran Gubernur yang diatur dalam peraturan yang berlaku mengenai hutan adat. “Andai saja Gubernur memiliki peran dalam pemberian hak pengelolaan hutan adat, maka kenapa sejak dahulu tidak didorong. Substansi yang berkaitan dengan pengakuan hak masyarakat adat peran gubernur ada di mana? mau pake mekanisme apa? ini kan belum jelas”. Penias Itlay mewakili Perkumpulan Oase menyatakan bahwa “terkait pernyataan Gubernur Papua Barat yang menargetkan pecah telur untuk hutan adat sepertinya retorika saja. Karena belum tentu hutan adat dapat diberikan kepada masyarakat adat, masih jauh dari harapan. Apalagi konflik yang berlangsung saat ini antara masyarakat adat dan pemegang izin belum terselesaikan”. Oleh Karena itu kami atas nama perwakilan masyarakat sipil meminta : 1. 1. Kepada Gubernur Papua Barat untuk fokus mendorong hak pengakuan, penguasaan, kepemilikan dan pengelolaan tanah dan hutan adat kepada masyarakat adat Papua. 2. 2. Meminta pemerintah nasional dan daerah untuk melaksanakan reforma agraria di Tanah Papua dengan memprioritaskan pengakuan hak penguasaan dan pemilikan tanah dan hutan adat, serta hak pengelolaan atas tanah dan hutan adat masyarakat adat Papua. Pemerintah menata kembali struktur penguasaan tanah secara adil, dengan mereview dan mencabut izin-izin yang diperoleh korporasi secara melanggar hukum adat dan hukum negara; 3. Kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN untuk mengubah paradigma Perhutanan Sosial dan Reforma Agraria dengan mengakui, menghormati dan melindungi pengetahuan dan cara pandang masyarakat adat dalam pengelolaan hutan secara adil dan berkelanjutan, serta berkewajiban menyelesaikan ketimpangan pengusaan lahan di Tanah Papua Kami yang Bersolidaritas Perwakilan Masyarakat Sipil 1. Perkumpulan Panah Papua 2. Perkumpulan Oase 3. Perkumpulan Mongka Papua 4. Perkumpulan Belantara Papua 5. Komari Papua 6. Papua Conservation 7. Papua Forest Watch 8. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 9. Teraju Foundation Kalimatan Barat 10. Jaringan Pemantau Independen Kehutanan
0 Comments
|
Archives
November 2024
|