<![CDATA[Panah Papua - Berita]]>Mon, 14 Apr 2025 23:06:31 +0900Weebly<![CDATA[Tingkatkan Ekonomi Masyarakat Adat, Organisasi Masyarakat Sipil dan Pemuda Bintuni Dorong Cetak Biru Pengembangan Pangan Lokal]]>Mon, 14 Apr 2025 01:05:33 GMThttps://panahpapua.or.id/berita/tingkatkan-ekonomi-masyarakat-adat-organisasi-masyarakat-sipil-dan-pemuda-bintuni-dorong-cetak-biru-pengembangan-pangan-lokal
Organisasi Masyarakat Sipil dan tokoh pemuda di Bintuni akan mendorongi terbentuknya cetak biru (blue print) pengembangan mata pencaharian masyarakat adat berbasis pangan lokal di Kabupaten Teluk Bintuni. inisiatif ini diharapkan dapat diadopsi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Teluk Bintuni sehingga dapat berdampak positif terhadap ekonomi masyarakat seperti petani, pelaku usaha (UMKM, Koperasi dan Bumdes) dan dapat berkontribusi terhadap program 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Teluk Bintuni, Yohanis Manibuy S.E., M.H dan Joko Lingara.
    Sebagai gambaran singkat blue print ini adalah sebuah kerangka besar rancangan pemerintah daerah untuk mengembangkan pangan lokal di kabupaten tersebut. Teluk Bintuni memiliki banyak potensi sumber daya alam terutama pangan lokal utama seperti Sagu, Umbi-umbian dan makanan laut. Selain itu juga terdapat pangan lokal lainnya seperti buah merah, nenas dan jenis jenis bakau. Potensi ini belum dikembangkan lebih jauh dan diperlukan dukungan pemerintah untuk pengembanganya sehingga bisa memberikan aspek manfaat bagi petani, pemuda dan perempuan pelaku usaha kecil di bintuni ujar Sulfiant Alias selaku Ketua Perkumpulan Panah Papua
    Tambahnya bahwa target dari blue print ini yaitu menyasar adanya kebijakan perlindungan pangan lokal pada level kabupaten, peningkatan kapasitas petani di kampung, pembentukan kelembagaan (unit usaha) di tingkat tapak, pembangunan Hub pangan lokal pada sentral pangan lokal baik di kampung maupun di ibu kota kabupaten yang saling terkoneksi dan mendorong akses kelola masyarakat adat terhadap pangan lokal seperti akses kelola terhadap hutan adat.
Harapnnya setelah blue print ini jadi, pemerintah daerah dapat mengimplementasikan dokumen tersebut dengan terlebih dahulu membentuk tim kerja untuk mencapai target yang berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat kampung.
    Berdasarkan data SAIK+ (2025) Perkiraan jumlah kepala keluarga orang asli Papua di Kabupaten Teluk Bintuni sebanyak 10.672 kk. Sekitar 90 persen kepala keluarga ini adalah petani. Jika berhasil dilakukan intervensi maka bisa berpotensi adanya peningkatan pendapatan bagi setiap kepala keluarga sekitar 40 persen dari pendapatan rata rata setiap bulan dari pengelolaa pangan lokal.
    Anggota DPRK Teluk Bintuni Roy Masyewi yang juga merupakan salah satu pemerhati pangan lokal menyampaikan bahwa Bupati dan Wakil Bupati sangat mendukung kegiatan ini untuk bisa berjalan sehingga dapat menyukseskan jalannya 100 hari kerja Bupati. Pangan lokal ini sangat penting untuk didorong, karena merupakan pendapatan asli masyarakat lokal yang ada di Teluk Bintuni. Teluk Bintuni tidak hanya memiliki sumber daya gas, pangan lokal juga merupakan salah satu hasil kekayaan yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah, contohnya seperti umbi-umbian, sagu dan lain sebagainya, karena itu merupakan pekerjaan yang sering dilakukan oleh masyarakat adat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain pangan lokal juga terkait hutan-hutan adat yang perlu mendapat perlindungan dari pemerintah sehingga menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat. Harapan saya pemerintah daerah, DPR dan juga pemerhati masyarakat adat di negeri ini dapat mendukung kegiatan pengembangan pangan lokal di tanggal 22 April 2025.

Narahubung : Sulfianto Alias (HP 08115309289), Roy Masyewi (Hp 082198596987)
]]>
<![CDATA[Ketua Koalisi Perlindungan Aktivis Sedunia: Tangkap Polisi Inisial I pada Kasus Kekerasan Terhadap Aktivis di Bintuni]]>Fri, 07 Feb 2025 15:00:00 GMThttps://panahpapua.or.id/berita/ketua-koalisi-perlindungan-aktivis-sedunia-tangkap-polisi-inisial-i-pada-kasus-kekerasan-terhadap-aktivis-di-bintuni
Penyidikan kasus kekerasan terhadap aktivis berlanjut. Pada 6 Februari 2025, telah dilaksanakan rekonstruksi atau reka ulang kejadian yang melibatkan korban dan pelaku penganiayaan. Pada rekonstruksi tersebut ditemukan fakta baru yaitu terdapat keterlibatan oknum polisi berinisial I dalam peristiwa penganiayaan.  
    Berdasarkan kesaksian korban, oknum Polisi Inisial I terlibat pemukulan pada saat korban Sulfianto Alias diculik dari café cendrawasih dan dibawah ke lokasi hutan yang sunyi di Tanah Merah. “Saya Damianus Walilo, sebagai Ketua jejaring/Koalisi Perlindungan terhadap Aktivis Sedunia mendesak kepada Kapolres Teluk Bintuni untuk segera menangkap Polisi Berinisial I. Saya juga akan mendesak Kapolri, Komisi III DPR RI dan Kapolda Papua Barat untuk bisa melakukan penegakan hukum yang tidak memilha milah. Jangan karena mereka yang terlibat itu anggota kepolisian, maka ada upaya untuk menyelamatkan oknum atau memperingan hukuman oknum polisi tersebut. Saya juga meminta untuk Kapolda ikut mengawasi kasus ini sehingga tidak ada penegak hukum yang ikut bermain. Kasus ini sudah menjadi isu Dunia, dan sudah tersebar sampai ke jejaring Persekutuan Bangsa Bangsa (PBB) di mana semua organisasi masyarakat sipil baik nasional maupun internasional mengecam tindakan biadab para pelaku” ujar Damianus.
    “Selain itu, peran tersangka DS (oknum Polisi lainnya) sangat dominan ketika terjadi penganiayaan di Tanah Merah. Ia bahkan mengeluarkan pistol dan mengancam Sulfianto. Dalam rekonstruksi adegan ini tidak muncul.  Oleh karena itu, Saya meminta kepada Kapolda Papua Barat untuk ikut mengawasi proses penyidikan yang dilakukan oleh Polres Teluk Bintuni terutama peran oknum polisi yang melakukan pengeroyokan terhadap Sulfianto”
    Sulfianto Alias selaku aktivis lingkungan sekaligus korban mengapresiasi Penyisik Polres Teluk Bintuni yang sudah sejauh ini menangani kasus. “Namun perlu saya beri catatan meminta penegak hukum bersikap independen, tidak pandang bulu dalam menangani kasus ini. Saya meminta kepada Penyidik Polres Teluk Bintuni bekerja profesional untuk mengungkap pelaku lain dalam kasus penganiayaan terhadap saya”. Imbuhnya
    “Saya meyakini masih ada satu orang pelaku oknum Polisi yang terlibat penganiayaan, Oknum polisi ini belum ditahan. Dia juga tampak dalam proses rekonstruksi yang telah dilakukan. Pada saat itu perannya sebagai saksi. Oknum Polisi tersebut pertama kali menginterogasi saya ketika dalam perjalanan ke tanah merah.  Dia yang mengatakan kita akan ke Polres (padahal mereka membawa saya ke lokasi hutan di tanah merah) dan dia yang pertama kali menuduh saya terlibat dengan Ibu Distrik Merdey terlibat politik praktis. Saya berharap Oknum Polisi tersebut ditahan” tambah Sulfianto.
]]>
<![CDATA[Setengah Juta Hektar Wilayah Adat Suku Moskona Siap Diusulkan Untuk Pengakuan]]>Mon, 20 Jan 2025 13:18:39 GMThttps://panahpapua.or.id/berita/setengah-juta-hektar-wilayah-adat-suku-moskona-siap-diusulkan-untuk-pengakuan
Aktivitas Musyawarah Kesepakatan Batas Wilayah Adat Suku Moskona dengan Suku Lainnya
Masyarakat Adat Suku Moskona di Kabupaten Teluk Bintuni telah menyelesaikan proses pemetaan wilayah adat Suku Moskona. Pemetaan tersebut telah mengidentifikasi seluas setengah juta hektar wilayah adat Suku. Berdasarkan hasil pemetaan wilayah Suku Moskona telah diperoleh data seluas 572.341 Hektar wilayah adat suku yang telah disepakati batas wilayahnya oleh suku yang bersebalahan, Ujar Piter Masakoda selaku koordinator advokasi pemetaan wilayah adat Suku Moskona.
Melalui kegiatan lokakarya dan kunjungan lapangan, orang tua dan pemuda baik dari Suku Moskona dan Suku lainnya sudah sepakat mengusulkan komunitas MHA Suku Moskona untuk didorong kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Teluk Bintuni guna memperoleh Pengakuan. Kami sangat salut dan berikan apresiasi kepada orang tua dan pemuda kita, dengan keputusan bulat mendukung proses identifikasi ini tambah Piter
Ketua LMA Suku Moskona, Bernadus Asmorom menyampaikan bahwa sangat antusias terhadap proses pemetaan ini. Kita semua harus mendukung inisiatif baik ini untuk melindungi kita punya tanah dan hutan adat dan mendapatkan pengakuan dari negara, tuturnya. Achi Kosepa yang juga sebagai Wakil Ketua LMA 7 Suku sekaligus Tokoh masyarakat di Suku Sebyar meminta untuk wilayah suku suku lain juga bisa segera dipetakan karena masyarakat sangat membutuhkan pengakuan komunitas dan wilayah adatnya oleh negara.

]]>
<![CDATA[Tidak Dilibatkan Dalam Konsultasi Publik, LMA Tujuh Suku Tolak Tegas Masuknya Perkebunan Kelapa Sawit PT BSP di Sumuri dan Aroba]]>Tue, 12 Nov 2024 13:03:34 GMThttps://panahpapua.or.id/berita/tidak-dilibatkan-dalam-konsultasi-publik-lma-tujuh-suku-tolak-tegas-masuknya-perkebunan-kelapa-sawit-pt-bsp-di-sumuri-dan-aroba
Muka Marthen Wersin mulai memerah setelah mendengar terdapat rencana izin baru masuknya kelapa sawit di wilayah adatnya, wilayah adat Suku Irarutu. Marthen yang juga menjabat sebagai Ketua LMA Tujuh Suku Kabupaten Teluk Bintuni merasa tidak pernah dilibatkan dalam konsultasi publik AMDAL yang telah dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Borneo Subur Prima (PT BSP). Marthen menilai bahwa proses AMDAL itu tidak perlu terburu buru dan harus dilakukan kajian yang matang. "Dokumen AMDAL itu harus dibuat secara benar. jangan hanya menentukan dokumen AMDAL sepihak dan AMDAL itu harus kita kaji lama bukan 1-2 hari saja".
Menyikapi telah dilakukannya konsultasi publik, maka Marthen Wersin menyatakan bahwa LMA Tujuh Suku Kabupaten Teluk Bintuni bersikap menolak dengan tegas masuknya investasi PT BSP di wilayah adat Irarutu dan Sumuri. "Perkebunan sawit itu bukan membahagiakan masyarakat tapi mereka juga susah. Kami LMA 7 Suku punya sikap tegas.  LMA dulu beda dengan sekarang, LMA sekarang terstruktur, anggaran ke masing masing  LMA suku juga sudah ada, saya akan meminta kepala Suku untuk kumpul untuk membahas khusus terkait hal ini.  Sebelum itu terjadi kita tidak boleh izinkan (kelapa sawit). Kita masyarakat duduk musyawarah. Sikap LMA menolak perkebunan kelapa sawit".
Sebagai alternatif, Marthen menawarkan untuk masyarakat adat tujuh suku untuk fokus mengembangkan potensi lokal mereka seperti pala, sagu, kasbi dan lainnya. "Masih banyak cara untuk membangun ekonomi masyarakat adat di kampung, misalnya dengan mengembangkan potensi lokal yang ada. Kita masyarakat tujuh suku ini punya pala dan sagu. Ketika orang Papua punya pala atau sagu, kita bisa jual hasil hutan itu dan bisa mendapatkan uang, kita orang Papua tidak punya sejarah untuk kembangkan perkebunan sawit"
Marthen pun menyampaikan harapan kepada pemerintah daerah untuk mengedepankan aspek musyawarah, melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk terlibat dalam proses yang dijalankan.  "untuk harapan saya ke pemerintah daerah sebagai representasi pusat, jangan melupakan tanah adat. Apapun mau dilakukan pemerintah kita musyawarah. Saya sudah lihat di Manowkari, Sorong tidak ada perkembangan orang asli papua untuk olah kelapa sawit ini"tutup Wersin
]]>
<![CDATA[30 Tahun Petani Gusar, MRPB Minta Bupati Bintuni tidak terbitkan Izin Baru Perusahaan Kelapa Sawit Di Sumuri dan Aroba]]>Mon, 11 Nov 2024 23:45:37 GMThttps://panahpapua.or.id/berita/30-tahun-petani-gusar-mrpb-minta-bupati-bintuni-tidak-terbitkan-izin-baru-perusahaan-kelapa-sawit-di-sumuri-dan-aroba
Kurang lebih 30 Tahun petani plasma perkebunan kelapa sawit di Distrik Sumuri meradang akibat berbagai masalah yang dihadapi. Mulai dari permasalahan tenaga kerja hingga kredit pinjaman yang tak kunjung lunas akibat proses yang diduga tidak transparan dan penuh rekayasa oleh pihak perusahaan sawit. Belum habis penderitaan masyarakat Sumuri tersebut, masuk lagi perusahaan perkebunan sawit raksasa PT Borneo Subur Prima (PT BSP) yang akan beroperasi di Distrik Aroba dan Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni dengan luasan 34.168 Ha atau sama dengan separuh dari luas Jakarta

Menanggapai rencana tersebut, Anggota Pokja Adat Majelis Rakyat Papua Barat, Eduard Orocomna secara tegas meminta kepada Bupati Teluk Bintuni selaku pemimpin daerah untuk tidak menerbitkan izin lokasi dan izin lainnya untuk perusahaan sawit tersebut. “Pertimbangan utama dari kami MRPB bahwa masalah antara petani dan perusahaan perkebunan sawit di Sumuri belum selesai, petani terlilit utang kepada perusahaan yang tak kunjung lunas padahal perusahaan telah hadir  30 Tahun lebih diSumuri. Ini seperti proyek tipu tipu masyarakat. Belum selesai itu semua, Pemerintah Daerah lewat Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Teluk Bintuni, BPMPTSP serta Kantah ATR/BPN Teluk Bintuni kemudian mendukung dengan ikut hadir atau berpartisipasi dalam kegiatan Sosialisasi AMDAL PT BSP”

“Saya juga meminta kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Dan Pertanahan Kabupaten Teluk Bintuni dan Kepala BPMPTSP  untuk menghentikan proses AMDAL PT BSP dan meninjau kembali izin kesesuaian tata ruang yang diduga sudah diberikan. MRPB akan membuat Laporan kepada KPK dan Kejaksaan bahwa diduga ada permainan di sini. Sebab Perda RTRW Teluk Bintuni masih bermasalah karena melakukan paripurna Raperda RTRW lebih dahulu sebelum dilakukan persetujuan substansi di Kementerian. Karena RTRW bermasalah maka tidak bisa digunakan untuk memberikan izin kesesuaian ruang kepada perusahaan sawit tersebut”

Masyarakat sipil dari Perkumpulan Panah Papua, Sulfianto Alias menilai bahwa masyarakat adat di wilayah Sumuri dan Aroba sudah saatnya memberikan sikap tegas apakah menolak atau menerima perusahaan tersebut. Perlu belajar dari masa lalu ketika ada segudang masalah yang muncul antara petani sawit, koperasi dan  PT Varita Majutama sebagai pemegang izin perkebunan di wilayah tersebut. Saat ini diduga Izin pelepasan kawasan hutan PT Varita Maju Utama telah dicabut oleh pemerintah pusat. Berdasarkan analisis kami, PT BSP akan menempati eks lahan PT Varita Majutama. PT BSP sendiri merupakan anak grup dari Ciliandry Anky Abadi (Grup CAA). Grup CAA sendiri memiliki tiga anak perusahaan yang berada diKabupaten Sorong yaitu PT Inti Kebun Sejahtera, PT Inti Kebun Sawit dan PT Inti Kebun Lestari. Berdasarka laporan hasil evaluasi perizinan Provinsi Papua Barat (2021) ketiganya melakukan pelanggaran legalitas administrasi dan pelanggaran operasional. Masyarakat Sumuri dan Aroba harus mencermati baik Grup CAA ini, kalau lihat di daerah Sorong mereka bermasalah dengan melakukan pelanggaran. Tutup Sulfianto
]]>
<![CDATA[Dinilai Bekerja Lambat, Komisi Informasi Publik Provinsi Papua Barat di Keluhkan Warga Sipil]]>Mon, 05 Aug 2024 09:47:49 GMThttps://panahpapua.or.id/berita/dinilai-bekerja-lambat-komisi-informasi-publik-provinsi-papua-barat-di-keluhkan-warga-sipil
Warga Sipil a.n Roberto Olua yang juga bekerja sebagai activis lingkungan dan hak masyarakat adat mengeluhkan lambannya kerja komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Papua Barat dalam menangani gugatan informasi publik yang ia ajukan. Robertho menyampaikan bahwa gugatan informasi publik yang dimohonkan kepada KIP Provinsi Papua Barat sama sekali belum ditanggapi setelah permohonan gugatan informasi publik diserahkan pada Tanggal 11 Juli 2024. Saya telah mengajukan permohonan gugatan kepada KIP Provinsi Papua Barat namun sudah tiga Minggu permohonan tidak kunjung memperoleh informasi lagi dari KIP PAPUA BARAT.
Tentunya proses ini membuat masyarakat sipil kecewa, karena Berdasarkan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, setiap warga negara berhak mendapatkan informasi publik. Apalagi kami sedang mengajukan sengketa ini dengan tergugat Kanwil BPN/ATR Provinsi Papua Barat yang tidak bersedia memberikan informasi publik berupa salinan Dokumen Hak Guna Usaha (HGU) PT Subur Karunia Raya dan Koperasi Meyado Karunia Sejahtera. Tutur Roberto.
Sejak dilantiknya Komisioner KIP Papua Barat, kami belum melihat ada terobosan dari KIP Provinsi Papua Barat dalam mendorong keterbukaan informasi publik bagi masyarakat sipil. Yang kami lihat hanyalah kemunduran keterbukaan informasi. Banyak kasus permintaan informasi publik minim tanggapan dari OPD terkait. Apakah ini disebabkan oleh masih belum terpisahnya KIP PAPUA BARAT dari Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik sehingga mereka tidak bisa berjalan optimal ataukah KIP ini tidak ada anggran yang cukup untuk melakukan gugatan informasi ?tanya Roberto
Saya sebagai masyarakat sipil meminta kepada Gubernur Provinsi Papua Barat dan DPR Provinsi Papua Barat untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja KIP PAPUA BARAT, apakah ini berkaitan dengan minimnya anggaran dari KIP ataukah memang tata Kelola mereka belum siap untuk memproses gugatan keterbukaan informasi publik, jika KIP Papua Minim Anggran saya minta Gubernur Provinsi Papua barat mengalokasin anggaran untuk KIP tutup Robertho.
Bakhtiar Rumatumia selaku aktivis keterbukaan informasi publik isu Kehutanan dan masyarakat adat di Provinsi Papua Barat yang juga bekerja sebagai koordinator Kampanye Perkumpulan Panah Papua menyampaikan keprihatinan kepada KIP Provinsi Papua Barat. KIP Provinsi Papua Barat nampak mati suri, kantor pun menumpang di Dinas terkait. Mungkin hal ini menjadi penyebab KIP Papua Barat tidak berjalan efektif. Saya memberikan saran kepada KIP untuk gencar melakukan sosialisasi kepada Publik terkait tugasnya mengawal keterbukaan informasi sehingga publik dapat mengetahui tugas dan wewenangnya dan mengetahui informasi apa yang bisa diakses pada badan publik sehingga KIP Papua Barat bisa didukung oleh masyarakat.
]]>
<![CDATA[June 28th, 2024]]>Fri, 28 Jun 2024 02:49:23 GMThttps://panahpapua.or.id/berita/june-28th-2024<![CDATA[Anggota MRPB Pokja Adat: Investasi Bos Judi Malaysia Dalam Proyek Strategi Nasional (PSN) di Bintuni Diduga Langgar PADIATAPA]]>Fri, 28 Jun 2024 01:55:27 GMThttps://panahpapua.or.id/berita/anggota-mrpb-pokja-adat-investasi-bos-judi-malaysia-dalam-proyek-strategi-nasional-psn-di-bintuni-diduga-langgar-padiatapa
Perusahan besar Genting Oil yang merupakan investor pada Proyek Strategis Nasional (PSN) dinilai abaikan prinsip prinsip FPIC terhadap komunitas masyarakat adat Suku Sumuri di Kabupaten Teluk Bintuni. FPIC (Free, Prior, Inform dan Consent) adalah prinsip yang harus dipegang baik itu pelaku usaha maupun pemerintah untuk meminta persetujuan kepada masyarakat adat tanpa melanggar hak mereka sebagai komunitas masyarakat adat.
Menanggapi adanya draf perjanjian pemanfaatan tanah ulayat yang diberikan komunitas masyarakat adat, Anggota Pokja Adat Majelis Rakyat Papua Barat (MPRB) Eduard Orocomna, menilai bahwa investasi dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dilakukan oleh perusahaan Genting Oil di wilayah adat Sumuri terkesan terburu buru dan tampaknya terdapat dugaan dilakukan penyisipan pasal pelepasan tanah secara sembunyi sembunyi dan tidak disosialisasikan kepada masyarakat adat sumuri terlebih dahulu
Oleh karena Itu Eduard meminta perusahaan yang pemiliknya adalah bos permainan judi besar di malaysia tersebut untuk angkat kaki jika perusahaan tidak menjankan FPIC sesuai prosedur yang telah mereka tetapkan dan telah diatur dalam Undang Undang
Eduar juga menyampaikan juga bahwa pemerintah daerah tidak perlu terlibat dalam proses perjanjian kerja sama antara masyarakat adat dan pihak Genting Oil. Pemerintah daerah seharusnya melindungi masyarakat adatnya bukan menjadi kepanjangan tangan perusahaan untuk menggolkan pelepasan tanah masyarakat adat. Sebagai solusi, sekarang sudah ada mekanisme kerja sama antara perusahaan dan masyarakat adat, jika masyarakat ingin bekerja sama. Apalagi komunitas 19 marga di sumuri sudah memperoleh SK Pengakuan komunitasnya dari negara. Jadi saya himbau kepada masyarakat adat untuk usah lepas tanah, sebab kita masyarakat tujuh suku akan rugi,  dan sebaiknya jika masyarakat mau kerja sama dengan perusahaan maka skema itu bisa didorong tanpa pelepasan hak atas tanah. Tapi jika masyarakat menolak kerja sama dengan perusahaan yah, berarti ditolak saja tutur Eduard
]]>
<![CDATA[Modus Kayu Ilegal Berbendera Koperasi di Kampung Meyado-Teluk Bintuni, Papua Barat]]>Sun, 21 Apr 2024 08:02:21 GMThttps://panahpapua.or.id/berita/modus-kayu-ilegal-berbendera-koperasi-di-kampung-meyado-teluk-bintuni-papua-barat
Aktifitas Pembukaan Hutan di Kampung Meyado, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. Aktifitas pembukaan diduga dilakukan oleh PT Bintuni Mitra Sejahtera (PT BMS)
Pohon dari hutan alam berdiameter sekitar 50 cm tumbang diantara rimbunan pepohonan kecil akibat gergaji mesin. Tampak alat berat jenis escavator sedang merontokkan tegakan pepohonan pada hutan alam Kampung Meyado, Distrik Meyado Kabupaten Teluk Bintuni. Aktifitas tersebut diduga dilakukan oleh PT Bintuni Mitra Sejahtera (PT BMS), perusahaan kontraktor yang tercatat beralamat di Soho Skyloft Ciputra World Unit 2168 Jl. Mayjend Sungkono No. 89 Surabaya, Jawa Timur.
    Kayu bulat hasil penebangan tampak tidak ditempeli barcode sebagaimana mestinya. Kayu bulat hanya bertuliskan angka yang tercamtum diatas potongan plastik kecil berwarna merah. PT BMS adalah kontraktor yang bekerja sama dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Subur Karunia Raya (PT SKR). Dalam wawancara dengen aparat penegak hukum Polres Kabupaten Teluk Bintuni, PT. SKR mengakui bahwa wilayah penebangan di Kampung Meyado Kabupaten Teluk Bintuni masuk dałam bagan kerja mereka dan pihak perusahaan telah memegang SK pemberian Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 91/HGU/KEM_ATR/BPN/XII/2021 dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) yang diterbitkan pada tanggal 2 Desember 2021 dengan luasan 4.356 hektar. Wawancara dengan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua barat, Jimmy Susanto S.Hut., MP juga membenarkan Bahwa PT SKR telah memegang SK HGU Nomor 91/HGU/KEM_ATR/BPN/XII/2021 dan HGU tersebut berlaku dan melekat sebagai izin Pemanfaatan Kayu Kegiatan Non Kehutanan (PKKNK). Jimmy juga menambahkan bahwa pihak Dinas Kehutanan hanya berwenang memberikan akses SIPUHH kepada PT SKR.
   Sejak 6 bulan terakhir, telah terjadi kehilangan hutan alam seluas 193 hektar di dalam areal izin pelepasan kawasan hutan PT SKR. Aktifitas penghilangan hutan alam tersebut mencatatkan PT SKR masuk dalam urutan tiga besar perusahaan yang masif melakukan land clearing di Tanah Papua (https://map.nusantara-atlas.org/). PT SKR diduga melakukan konversi hutan alam menjadi areal perkebunan sawit pada tiga kampung yaitu Kampung Barma, Barma Barat dan Meyado. Dalam dokumen Bagan Kerja PKKNK HGU PT SKR, tercatat luas areal PKKNK sekitar 1.117 hektar, areal tersebut terdiri dari 9 blok bagan kerja dan blok blok tersebut hanya berada pada sisi barat dari izin pelepasan kawasan hutan PT SKR. Berdasarkan wilayah administrasi, bagan kerja terletak pada dua kampung yaitu kampung Barma Barat dan Barma.
Wilayah Izin PT SKR dan Lokasi Land Clearing
   Kayu bulat hasil tebangan di kampung Meyado diperkirakan berada di luar SK HGU Nomor 91/HGU/KEM_ATR/BPN/XII/2021. Penebangan telah terjadi sejak akhir Tahun 2023. Panah Papua mencocokkan data luasan HGU yang berasal dari situs resmi Kementerian ATR/BPN  (https://bhumi.atrbpn.go.id/peta) dan mempelajari salinan dokumen HGU perusahaan, hasil analisa menunjukkan bahwa lokasi tebangan terindikasi berada di wilayah Hak Guna Usaha Koperasi Meyado Karunia Sejahtera (Koperasi MKS) yang memiliki luasan 249 hektar.  Bernadus Asmorom selaku Ketua LMA Suku Moskona yang tinggal di Kampung Meyado awalnya tidak tahu adanya kehadiran koperasi MKS. Namun setelah Ia meminta informasi baru baru ini kepada PT SKR , Bernadus baru memperoleh informasi tentang keberadaan Koperasi tersebut. Kepengurusan Koperasi MKS diisi oleh masyarakat adat yang tinggal di Kampung Meyado, Ketuanya adalah Marthen Asmorom yang juga dahulu pernah menjabat sebagai Kepala Kampung Meyado I. Marthen Asmorom tercatat telah meninggal dunia pada Tahun 2020(https://klikpapua.com/papua-barat/teluk-bintuni/warga-masuy-bintuni-digegerkan-dengan-penemuan-mayat-yang-sudah-membusuk.html). Adapun Bendahara Koperasi adalah Ibu Fransina Asmorom dan Ketua Pengawas Koperasi adalah Bapak Bonny Asmorom, keduanya juga telah meninggal dunia pada Tahun 2020 dan Tahun 2023. Koperasi MKS juga tercatat di dalam aplikasi SIPNBP sebagai pemegang PKKNK HGU melalui SK HGU Nomor 1/SKHGU/BPN-92/IX/2021. Namun Koperasi MKS tidak mencatatkan laporan hasil produksi kayu dalam SIPUHH sepanjang Tahun 2021 hingga saat ini. Koperasi MKS diduga hanya digunakan sebagai bendera oleh perusahaan PT SKR dan PT BMS. Koperasi ini juga belum pernah terdengar menyusun bagan kerja untuk penebangan kayu.  
   Perkumpulan Panah Papua telah mengunjungi lokasi dugaan penebangan kayu ilegal di Kampung Meyado dan menemukan adanya tumpukan kayu bulat yang tidak memiliki barcode. Kayu bulat tersebut hanya tertera angka yang diduga menunjukkan identitas pohon berturut turut adalah 9492 dan 9493. Sebelum dikirimkan ke industri, ditemukan kayu bulat ditumpuk di Tempat Penimbunan Kayu (TPK) di Distrik Yakora. Hampir separuh kayu bulat tidak tertempeli barcode sedangkan separuhnya lagi tertera barcode dengan logo V-Legal a.n PT SKR. Berdasarkan hasil audit VLHH PT SKR, sertifikat legalitas kayu telah berakhir pada 13 Februari 2024. Namun Panah Papua menemukan adanya kayu bulat yang masih terpasang barcode v legal pada bontos ketika berkunjung pada Tanggal 21 Maret 2024.
Kayu Bulat PT SKR di TPK Distrik Yakora, Kabupaten Teluk Bintuni
   Pemilik PT BMS adalah Irwan Oswandi dan Eddy Harrison Siauw. Irwan Oswandi merupakan Komisaris Utama pada industri PT Kaimana Papua Mandiri, salah satu pemegang izin industri kayu olahan di Kabupaten Kaimana. PT Kaimana Papua Mandiri juga tercatat menerima kayu dari PT SKR pada Tahun 2023. Jumlah Kayu bulat PT SKR yang diterima oleh PT Kaimana Papua Mandiri total sebanyak 1.074 m3 (BPHP Wilayah XVI Manokwari, 2024). Sedangkan Eddy Harison Siauw pernah tercatat pernah duduk sebagai komisaris PT Agro Papua Inti Utama (PT APIU). PT APIU merupakan perusahaan pemegang IPK/PKKNK pada wilayah PT SKR yang telah melaporkan hasil produksinya sepanjang Tahun 2018 hingga 2022
]]>
<![CDATA[Anggota MRPB Pokja Adat Kabupaten Teluk Bintuni: Gubernur Provinsi Papua Barat dan Jajarannya harus meninjau kembali izin yang Diduga dilanggar oleh Perusahaan Penebangan Kayu di Kabupaten Teluk Bintuni]]>Sun, 31 Mar 2024 15:08:39 GMThttps://panahpapua.or.id/berita/anggota-mrpb-pokja-adat-kabupaten-teluk-bintuni-gubernur-provinsi-papua-barat-dan-jajarannya-harus-meninjau-kembali-izin-yang-diduga-dilanggar-oleh-perusahaan-penebangan-kayu-di-kabupaten-teluk-bintuni
Eduard Orocomna S.T, anggota MRPB Pokja Adat Kabupaten Teluk Bintuni menanggapi berita adanya dugaan kayu ilegal dari perusahaan yang beroperasi di wilayah adat Moskona, Kabupaten Teluk Bintuni. Berdasarkan pemberitaan yang beredar tentang dugaan adanya kayu ilegal di PT Subur Karunia Raya (PT SKR), menurut saya apa yang disampaikan rekan masyarakat sipil, saya sepakat karena perusahaan yang terkait kelapa sawit ini (PT SKR) telah lama beroperasi dan saya meminta penegak hukum harus tuntaskan permasalahan ini baik itu perusahaan PT SKR maupun PT Wanagalang Utama yang beroperasi di daerah kami Moskona. Perusahaan yang sudah kerja ini, jika izin sudah habis tidak bisa dilanjutkan dan pemerintah perlu tinjau kembali lagi izinnya.
    Terkait dugaan kayu ilegal yang ditebang PT SKR di Meyado dan Barma Barat, harapan saya kepada Gubernur Provinsi Papua Barat dan pejabat yang berada di Provinsi meminta adanya revisi Pergub tentang hak ulayat yang sedang digarap oleh DInas yang berwenang. Harus ada evaluasi dan dilihat kembali perusahaan yang ambil kayu betul betul diatur dalam Pergub, karena kalau lihat saat ini perusahaan kerja mereka bersihkan smeua. Saya harap kepada Gubernur, Kepada Dinas Kehutanan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup atau pejabat lain untuk evaluasi kembali izin izin perusahaan ini.
Saya sebagai anggota MRPB Pokja Adat Kabupaten Teluk Bintuni akan mengawal kasus ini kepada Gubernur dan meminta untuk Gubernur untuk mengontrol hal ini kepada dinas terkait dan harus dituntaskan. MRPB sudah mendiskusikan kasus kayu ilegal dalam grup MRPB, kita akan bahas, dan MRPB akan menyurat kepada Gubernur Papua Barat meminta beliau untuk pertemuan dengan dinas terkait untuk kontrol kepada perushaaan perusahaan yang diduga melanggar perizinan. Saya tekankan bahwa setiap perusahaan atau Investor yg masuk di wilayah Moskona harus koordinasi kepada kami MRPB Papua Barat.
    Senada dengan Eduard, perwakilan pemuda Moskona Barnabas Orocomna juga menyampaikan bahwa di sini saya sudah ikut pemberitaan perusahaan yang beroperasi di wilayah Suku Moskona, baik perusahaan kelapa sawit maupun perusahaan kayu, kelapa sawit ini memang merusak hasil hutan semua.
Kami masyarakat bingung, di lapangan hasil kecil kecil di hutan mereka gusur semua bersih dan hak pembayaran hak ulayat kami tidak thau. Saya minta pemerintah harus bicara sama sama duduk dengan masyarakat. Terkait dugaan adanya Kayu ilegal PT SKR, saya sangat setuju harus dilakukan penegakan hukum dari Dinas terkait dan kemanan dari Polres Teluk Bintuni harus turun karena kasihan ini merusak. Ulayat dari moskona sudah tidak ada kayu lagi, sekarang mereka kejar di wilayah moskona barat arah ke gunung, dan itu kami tidak mau, karena perusahaan kalau ambil kayu dia sapu semua. Contoh kami lihat di PT Wanagalang, kami minta pemerintah harus tinjau izin, untuk wilayah kami hanya untuk pembangunan pemerintah tapi untuk perusahaan misalnya Wanagalang tidak lagi, dan saya katakaan stop, kami tidak mau muncul masalah dan kami mau aman, tutur Barnabas.
]]>