PT Mitra Silva Lestari (PT MSL) memperoleh Izin Lokasi perkebunan dengan luasan sekitar 11.214 hektar oleh salah satu penjabat bupati kabupaten Manokwari Selatan pada Tahun 2015. Dalam dokumen Izin tersebut posisi lokasi perkebunan terletak pada dua distrik yaitu Distrik Tahota (luas 8.975 hektar) dan Distrik Isim (Luas 2.239 hektar). Izin lokasi tersebut berlaku selama tiga tahun kemudian diperpanjang oleh Bupati Manokwari Selatan sebagaimana telah diberitakan dalam media Tabura Pos pada Bulan Februari 2019. Apakah kebijakan Bupati untuk melakukan perpanjangan izin lokasi ini melanggar komitmen presiden sebagaimana tertuang dalam Inpres Nomor 8 Tahun 2018 ? Mencermati isi Inpres 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktifitas perkebunan kelapa sawit, tidak terdapat instruksi agar Bupati menunda pemberian izin lokasi bagi pemohon. Apalagi pada Kasus PT MSL, Izin lokasi telah terbit sejak Tahun 2015 sehingga merupakan kebijakan yang tidak keliru jika Bupati melakukan perpanjangan izin lokasi PT MSL. Namun untuk menjalankan usahanya, PT MSL tidak dapat berjalan hanya dengan berbekal Izin Lokasi. Diperlukan izin lainnya seperti Izin Usaha Perkebunan (IUP), Izin Lingkungan, dan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) untuk memastikan usahanya berjalan dengan baik. Mencermati substansi Inpres 8 Tahun 2018, Gubernur dan Bupati diinstruksikan untuk menunda memberikan rekomendasi (kewenangan gubernur), IUP Kelapa sawit (kewenangan bupati) dan Izin pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit baru yang berada di dalam kawasan hutan. Untuk PT MSL, rekomendasi yang harus dikeluarkan oleh Gubernur adalah rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan Provinsi. Khusus untuk penerbitan izin, terdapat dua Izin yang ditunda pemberiannya yaitu IUP dan Izin pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit baru dalam kawasan hutan. Permasalahan Izin Lokasi Sebelum izin lokasi untuk PT MSL diterbitkan pada tahun 2015, wilayah APL yang saat ini telah diberi Izin lokasi, peruntukannya tidak untuk perkebunan khususnya perkebunan skala luas seperti perkebunan sawit. Peta Pola ruang pada lampiran Perda No 19 Tahun 2013 tentang RTRW Kabupaten Manokwari (Kabupaten Manokwari Selatan pada saat itu belum memiliki Perda RTRW) menunjukaan bahwa peruntukannya sebagian besar untuk Hutan Produksi Terbatas (HPT) dengan Luas 5.013 hektar dan Hutan Produksi (HP) dengan luas 2.249 hektar (masih masuk dalam kawasan hutan), serta APL seluas 3.047. Penerbitan Izin lokasi pada periode 2015 tentunya telah melanggar syarat perizinan lokasi sebagaimana telah diatur dalam Peratuan Menteri Negara Agraria (Permen Agraria) Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi. Perpanjangan Izin lokasi yang dikabarkan telah ditandatangani oleh Bupati Manokwari Selatan (periode sekarang) juga tidak sesuai dengan Peta Pola Ruang dalam Perda RTRW Kabupaten Manokwari Selatan Nomor 6 Tahun 2016. Perpanjangan izin lokasi ini juga telah menyalahi syarat perizinan lokasi yang diatur Permen ATR Nomor 14 Tahun 2018 tentang Izin Lokasi. Dalam peraturan tersebut diatur mengenai syarat pemberian perpanjangan izin lokasi. Perpanjangan hanya diberikan jika tanah yang diperoleh sudah lebih dari 50 %. Berdasarkan informasi dari masyarakat di Distrik Tahota bahwa belum terdapat jual beli atau pelepasan tanah untuk pihak perusahaan. Konsultasi Publik AMDAL kurang melibatkan Masyarakat
Pada kegiatan Konsultasi Publik AMDAL di Distrik Tahota, Kabupaten Manowari Selatan, tidak terlibat perwakilan masyarakat yang tinggal di Distrik Isim. Padahal sesuai dengan Izin lokasi yang diterbitkan, letak izin berada di dua distrik yaitu Distrik Tahota dan Isim. kami sempat mewawancarai kepala kampung Isim, Frans Iba. Berdasarkan keterangan Frans, bahwa masyarakat tidak tahu jika terdapat rencana pembukaan perkebunan kelapa sawit di wilayah Isim. Selama sa kerja jadi kepala kampung, tra pernah dengar ada sawit masuk di Isim. Yang sa tahu itu kalau Izin perkebunan sawit hanya ada di Distrik Tahota dan perusahaan telah melakukan sosialisasi AMDAL ujar Frans. Kegiatan Konsultasi Publik AMDAL itu juga, trada keluarga dari Dataran Isim yang terlibat karena areal perkebunan sawit tra masuk di kitong pu wilayah. Jadi dalam sosialisasi seluruh masyarakat adat berasal dari Distrik Tahota Tambahnya. Ketika ditanya terkait sikap masyarakat adat tentang masuknya izin kelapa sawit di Dataran Isim, Frans menyatakan komitmen untuk tidak menerima perkebunan sawit di wilayahnya. Dulu, Tahun 1993, perusahaan sawit dong coba masuk di Isim, tapi kitong keluarga tolak. Sekarang juga kitong tetap tolak sebab susah nanti. Masyarakat so liat di Prafi bahwa dong saja cari makan susah setelah ada sawit. Jadi kitong juga harus jaga kitong punya hutan biar kitong punya cucu bisa nikmati nanti. Pada Akhir bulan Maret, Panah Papua menggelar kegiatan penguatan Kapasitas Masyarakat Adat Sough Bohon untuk menjaga tanah dan hutan alam Papua. Pada kegiatan tersebut terdapat kelompok masyarakat adat yang menolak rencana pembukaan perkebunan sawit di Distrik Tahota. Hampir seluruh anggota Marga Meskene di Distrik Tahota menolak rencana perkebunan tersebut. Selain itu, dalam kegiatan penguatan kapasitas tersebut, beberapa masyarakat menolak untuk menjual tanah kepada perusahaan. Masyarakat adat telah melihat pada beberapa wilayah perkebunan sawit seperti di Distrik Sidey dan Distrik Kebar bahwa perkebunan tersebut dapat menghilangkan wilayah berburu dan meramu masyarakat. Masih dalam kegiatan yang sama, terdapat beberapa hasil penting dalam pertemuan tersebut yaitu: 1. Masyarakat adat sough bohon tidak menjual tanah untuk usaha berbasis lahan skala luas yang dapat mengancam kehidupan Orang Asli Papua khususnya di wilayah adat Suku Sough Bohon. 2. Mempercayakan kepada Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) untuk mendorong kebijakan yang berpihak kepada Orang Asli Papua khususnya kebijakan terkait isu perampasan tanah dan hutan milik masyarakat adat Sough Bohon, Kabupaten Manokwari Selatan. 3. Meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manokwari Selatan agar segera menetapkan Peraturan Daerah Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Manokwari Selatan. Akhirnya kami merekomendasikan beberapa point penting yang ditujukan kepada berbagai pihak sebagaimana tertuang dalam kebijakan moratorium sawit melalui Inpres 8 Tahun 2018. Adapun point pentingnya yaitu: 1. Kepada Gubernur Provinsi Papua Barat untuk tidak memberikan rekomendasi teknis kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan Provinsi sebagai persyaratan pemberian izin karena adanya kebijakan moratorium sawit melalui Inpres No. 8/2018 2. Kepada Bupati Manokwari Selatan untuk tidak menerbitkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) kepada PT MSL karena adanya kebijakan moratorium sawit melalui Inpres No. 8/2018 3. Pemerintah Provinsi Papua Barat segera melakukan evaluasi terhadap perizinan perkebunan kelapa sawit di Papua Barat sebagaimana amanah Deklarasi Manokwari, Inpres moratorium sawit dan rencana aksi KPK. Kontak Number : 0822 48077120 Diana W (Panah Papua Campaigner)
1 Comment
Harry Mehuwe
1/4/2019 07:04:57
Jaga dan hindari kerusakan hutan Papua
Reply
Leave a Reply. |
Archives
November 2024
|