Mengungkap pelanggaran Izin Perusahaan Pemegang Izin Terluas Di Papua Barat: PT Varita Majutama2/1/2019 PT Varita Majutama (PT VMT) telah memperoleh izin pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sejak Tahun 1996. selama 22 Tahun menjalankan bisnis perkebunannya, perusahaan tersebut masih menyisahkan banyak masalah terutama dalam isu konflik tenurial dan impementasi perkebunan plasma. Selain itu terdapat berbagai pelanggaran terhadap perizinan yang telah diterbitkan yang belum tersentuh oleh penegak hukum. Tulisan ini akan mengulas tentang permasalahan yang dihadapi petani plasma yang telah membangun kerja sama selama ± 15 tahun dengan PT VMT dan masih membayar kredit kepada pihak perusahaan melaui Koperasi Unit Desa (KUD) PT VMT memegang izin pelepasan kawasan hutan seluas ±54.500 hektar, sekaligus menempatkan perusahaan ini sebagai perusahaan pemegang Izin perkebunan paling luas di Provinsi Papua Barat. Luasan tersebut diberikan melalui dua Izin. Izin pertama diberikan pada Tahun 1996 melalui SK Menteri Kehutanan Nomor 112/KPTS-II/1996 dengan luasan 19.165 Hektar dan Tahun 2013 dengan SK Menteri Kehutanan Nomor 46/Menhut-II/2013 dengan luasan 35.371 Hektar. Izin Pelepasan kawasan hutan yang pertama diberikan pada tiga blok terpisah (Blok A, B dan C) sedangkan izin pelepasan kedua diberikan pada satu kesatuan wilayah yang menghubungkan antara Blok A, B dan C Pada era kepemimpinan Presiden Soeharto (Masa Orde Baru), terdapat program transmigrasi ke berbagai daerah. Di Indonesia bagian timur, dikenal dengan program Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi Kawasan Timur Indonesia (PIR Trans KTI). Proyek PIR Trans KTI merupakan suatu paket pengembangan wilayah Indonesia bagian timur yang terdiri dari komponen utama meliputi pembangunan perkebunan inti, pembangunan kebun plasma dan unit pengolahannya, serta pembangunan pemukiman. Pada Program tersebut, PT VMT sebagai Perusahaan Inti bertugas membangun Kebun Inti dan Kebun Plasma. Pendanaan untuk pembangunan kebun plasma berasal dari pinjaman Kredit Investasi (KI) dari Bank Indonesia. Kebun plasma yang telah dibangun, diserahkan kepada Petani transmigrasi melalui Koperasi Unit Desa (KUD) yang telah dibentuk. Terdapat dua KUD yang telah dibangun petani yaitu KUD Majutama dan Koperasi Tani Makmur. Untuk pembiayaan, terdapat pola Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA). Melalui pola ini, petani dapat mengambil plafon kredit maksimum sebesar 50 juta rupiah untuk menunjang pengelolaan kebun, suku bunganya 16 persen per tahun dengan jangka waktu modal kerja maksimum tiga tahun dan investasi maksimum 15 tahun. Melihat kasus petani yang sedang mempertanyakan waktu pelunasan kredit, semestinya pada Tahun 2018, cicilan mereka telah lunas jika dihitung menggunakan waktu investasi maksimum. kelompok masyarakat transmigrasi tersebut ditempatkan di sekitar areal izin PT VM (Saat ini disebut Distrik Sumuri) dan mendapatkan lahan seluas 3 Hektar (0,25 Hektar untuk lahan pekarangan, 0,75 Hektar untuk lahan plasma I dan seluas 2 Hektar untuk lahan plasma II). Masyarakat transmigrasi didominasi oleh penduduk asal Jawa dan NTT dan telah menempati wilayah tersebut hingga saat ini. Perlu digaris bawahi bahwa izin pelepasan kawasan hutan untuk transmigrasi belum pernah diterbitkan oleh Kementerian yang membidangi kehutanan hingga Tahun 2014. Berpedoman pada SK 783/Menhut-II Tahun 2014, kawasan tersebut masih dengan fungsi kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK). Dalam website Geoportal KLHK, kami menemukan Izin pelepasan kawasan hutan untuk transmigrasi yang terletak di tengah wilayah izin PT VM dengan luasan ± 3.700 Hektar. Namun tidak tercantum informasi tahun penerbitan izinnya. Penulis memperkirakan bahwa izin tersebut terbit setelah Tahun 2014 sebab SK Menteri Kehutanan Nomor 783/Menhut-II/ 2014 masih menetapkan kawasan tersebut dalam HPK. Jika dilihat menggunakan citra satelit dan dilakukan analisis tumpang susun, pengelolaan perkebunan kelapa sawit PT VMT sebagian besar terjadi pada Blok A (walaupun terdapat beberapa lokasi perkebunan yang berada diluar blok a) sedangkan Blok yang lainnya masih didominasi oleh tutupan hutan sekunder dan belum dikelola oleh PT VMT. Blok A memilik luas ± 6.000 Hektar. Luas wilayah perkebunan sawit dalam blok A seluas ± 3.290 Hektar sehingga masih terdapat ± 2.600 ha yang bertutupan hutan sekunder dalam blok tersebut. Selain di dalam Blok A, wilayah perkebunan sawit telah tersebar diluar Blok tersebut. Terdapat ± 1.300 Hektar pada wilayah transmigrasi dan ± 1.500 hektar pada HPK. Sebelum Izin PKH PT VMT Tahun 2013 terbit, PT VMT telah menanam sawit pada wilayah tersebut (pada saat itu, kawasan hutan masih berfungsi sebagai HPK) dengan luasan sekitar 1.500 hektar. Kami juga menemukan kawasan transmigrasi yang tumpang tindih dengan wilayah izin Blok A. Luasnya sekitar 160 hektar (Lihat Peta Izin PT VMT dibawah ini). Dalam Program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA), PT VMT mendapat alokasi sebesar 20 persen dari luas izin pelepasan kawasan hutan Tahun 2013 untuk membangun kebun plasma masyarakat. Terdapat alokasi seluas 7.074 Hektar dari total 35.371 Hektar Izin Pelepasan kawaan Hutan pada Tahun 2013. Dilanda berbagai dugaan pelanggaran izin dan konflik PT VMT, masih terdapat dukungan dari negara untuk melanggengkan operasionalisasi PT VMT, seraya muncul pertanyaan alokasi TORA seluas 7.074 Hektar untuk siapa? Pembatalan alokasi TORA menjadi satu satunya jalur yang harus ditempuh pemerintah, sebab kepemilikan hak atas tanah tersebut adalah masyarakat adat yang bermukim di wilayah PT VMT. Tidak dapat melupakan sejarah bahwa konflik tenurial telah hadir sejak PT VMT mulai menginjakkan kaki di tanah orang Sumuri.
Akhirnya, review perizinan sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran atas izin yang diberikan kepada PT VMT. Terdapat inisiasi baik dari Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk mengawali kegiatan tersebut pada bulan November 2018 melalui pengumpulan dokumen perizinan perkebunan sawit. Masyarakat berharap dengan adanya review perijinan, areal kawasan hutan yang telah dijadikan perkebunan dapat dikembalikan lagi fungsinya menjadi kawasan hutan. Izin yang tidak digunakan (Blok B, C dan Izin Pelepasan Tahun 2013) dapat dicabut karena tidak dapat dikelola oleh PT VMT hingga saat ini dan masih bertutupan hutan sekunder.
0 Comments
|
Archives
April 2024
|