Organisasi Masyarakat Sipil yang bekerja di Tanah Papua meminta Gubernur Papua Barat dan untuk meninjau kembali Rencana Kerja Tahunan Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (RKTUPHHK) PT Prabu Alaska. Sebelumnya masyarakat di Kampung Fruata, Distrik Fafurwar Kabupaten Teluk Bintuni telah melakukan pemalangan di wilayah RKT PT Prabu Alaska pada hari Minggu, 11 April 2021. Alasan pemalangan tersebut karena pihak perusahaan telah melakukan penebangan tanpa sepengetahuan pemilik tanah ulayat yaitu orang Fruata dari Marga Tanggarofa dan Wanusanda Suku Irarutu. Masyarakat juga telah berupaya menemui Pihak PT Prabu Alaska pada 13 Maret 2021 namun hingga berita ini diturunkan belum terdapat tindakan perusahaan untuk menyelesaikan persoalan.
Berdasakan permohonan masyarakat, Organisasi Masyarakat Sipil juga telah mengirimkan surat kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat pada Tanggal 18 Maret 2021 meminta Kepala Dinas Kehutanan memfasilitasi penyelesaian hak antara masyarakat Fruata dan Rauna dengan PT Prabu Alaska namun hingga saat ini belum ada tanggapan dari pihak Dinas Kehutanan. Berpedoman pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 24/Menhut-II/2011, pengawasan terhadap implementasi RKT oleh Pemegang Izin adalah Pengawas Tenaga Teknis Pengelolaan Hutan Produksi Lestari-Perencanaan Hutan (WASGANIS PHPL-CANHUT). Pengawas ini salah satunya berada pada Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat. Berdasarkan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Untuk Papua, Pasal 43 Ayat 4 disebutkan bahwa Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya. Sedangkan pada ayat 5 disebutkan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota memberikan mediasi aktif dalam usaha penyelesaian sengketa tanah ulayat dan bekas hak perorangan secara adil dan bijaksana, sehingga dapat dicapai kesepakatan yang memuaskan para pihak yang bersangkutan. DPR Papua Barat, Majelis Rakyat Papua Barat dan Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Papua Barat berwenang untuk memperhatikan dan menyalurkan aspirasi yang menyangkut hak hak Orang Asli Papua serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya dan pengawasan terutama berkaitan dengan isu pengelolan sumber daya alam. Oleh karena itu Organisasi Masyarakat Sipil di Tanah Papua mendesak kepada: 1. Gubernur untuk meninjau kembali Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2021 PT Prabu Alaska karena telah melanggar hak Marga Wanusanda dan Tanggarofa di Kampung Fruata dan Rauna. 2. Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPRPB) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) turut memperhatikan serta memfasiltasi tindak lanjut penyelesaian menyangkut hak Orang Asli Papua 3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Papua Barat untuk melakukan pengawasan terhadap PT Prabu Alaska sesuai dengan tugas dan wewenang DPD dalam isu pengelolaan sumber daya alam Kami yang bersolidaritas : 1. Perkumpulan Panah Papua 2. Papua Forest Watch 3. Himpunan Pemuda moskona 4. Papuana Conservation 5. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat Kontak Person : Sulfianto Alias (08115390289)
0 Comments
Oleh
Tim Pantau Gambut Papua* Tim Pantau Gambut Papua menilai bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap komitmen perlindungan gambut dan areal High Conservation Value (HCV) pada wilayah Hak Guna Usaha PT Putera Manunggal Perkasa (ANJ Group) di Provinsi Papua Barat dan PT Nabire Baru (Goodhope Group) di Provinsi Papua. Penilaian tersebut disampaikan oleh Penias Itlay S.Hut., M.Si mewakili Perkumpulan Nayak Sobat Oase pada kegiatan diseminasi hasil temuan lapangan Tim Pantau Gambut Papua pada hari Jumat, 16 April 2021. Papua memiliki gambut dangkal terluas di Indonesia dengan luasan sekitar 2,4 Juta hektar pada rentang kedalaman 50 sampai 100 cm, menurut peraturan yang berlaku bahwa gambut dangkal tergolong gambut dengan fungsi budidaya sehingga gambut tersebut rawan terhadap kerusakan jika tidak dikelola secara baik. ANJ Group dalam laporan tahunannya pada Tahun 2019 menyampaikan bahwa tidak terdapat ekosistem bergambut pada areal HGU PT Putera Manunggal Perkasa. Padahal berdasarkan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut milik Kementerian LHK terdapat ekosistem gambut di dalam HGU tersebut. Sebelumnya Tim Pantau Gambut Papua yang terdiri dari Perkumpulan Nayak Sobat Oase, Perkumpulan Panah Papua dan Papuana Conservation telah melakukan kunjungan lapangan pada areal HGU PT Putera Manunggal Perkasa untuk menemukan bukti lapangan kerusakan gambut dan mengambil beberapa sampel untuk memastikan keberadaan ekosistem gambut pada setiap areal perkebunan sawit milik mereka. Terdapat kanalisasi buatan tanpa sekat kanal, tinggi muka air tanah yang melampaui ambang batas yang ditetapkan pemerintah, serta hilangnya tutupan hutan alam sehingga kami menilai gambut di PT Putera Manunggal Perkasa telah mengalami kerusakan. Penias menambahkan bahwa terdapat wilayah High Conservation Value (HCV) yang telah dihilangkan oleh perusahaan. Luasannya sekitar 38 hektar dan lokasinya berada di HCV Kali Jofo. Pengabaian terhadap komitmen perlindungan gambut juga dilakukan oleh Goodhope Group melalui anak perusahaanya PT Nabire Baru. Goodhope menyampaikan komitmennya terhadap perlindungan gambut dengan menetapkan gambut sebagai areal HCV. Hasil temuan lapangan menemukan masih adanya wilayah gambut dengan fungsi lindung yang bertutupan sawit, memiliki kanal buatan tanpa sekat kanal, tinggi muka air *Perkumpulan Panah Papua, Papua Conservation, Nayak Sobat Oase Narahubung : Sulfianto Alias (08115309289) |
Archives
November 2024
|