Rafael Sodefa, Anggota MRPB dari wilayah SUmuri, Kabupaten Teluk Bintuni Onar Baru merupakan sebuah wilayah yang menjadi proyek pengembangan kawasan industri Teluk Bintuni dan telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai kawasan strategis nasional berupa kawasan industri khusus. Proyek ini akan dihubungkan dengan pengembangan industri hilir gas dari tangguh untuk industri pupuk dan petrokimia. Luas lahan diperkirakan sekitar 2112 Hektar[1].
Tidak Ada Pembebasan Tanah dari Suku Sumuri Rafael Sodefa selaku perwakilan Majelis Rakyat Papua Barat yang juga berasal dari Suku Sumuri menyampaikan bahwa pada dasarnya tanah di sumuri kami tidak jual belikan tapi sifatnya sewa atau kontrak. Ini sudah disepakati dalam proses AMDAL genting oil Tahun 2019. Apa yang sudah disepakati tentunya akan berlaku kepada Petrokimia juga, sebab Petrokimia akan membuat AMDAL juga. Belajar dari pengalaman LNG Tangguh, dengan nilai tanah yang yang dijual sangat rendah maka kami tidak mau lagi dan sudah belajar dari pengalaman itu .Untuk Petrokimia, Lembaga Masyarakat Adat Sumuri akan membantu bicara dengan yang bersangkutan dalam hal ini Marga Agofa. Hal yang serupa disampaikan oleh Ketua LMA Suku Sumuri Tadius Fossa. Tadius menyampaikan bahwa terdapat komitmen seluruh marga di Sumuri untuk tidak melepaskan tanah kepada pihak lain. Itu terjadi pada kegiatan AMDAL Genting Oil. Jadi kemarin kita tawar menawar waktu di kementerian, mereka sampaikan (kementerian) bahwa jika tidak terdapat sepotong surat penyerahan tanah, maka investasi tidak bisa berjalan. Selain itu Tadius juga menambahkan bahwa dalam pertemuan beberapa waktu lalu pemilik ulayat meminta untuk sistemnya dikontrakkan. Pemerintah daerah menyampaikan kalau sistemnya dikontrakkan maka dasarnya perusahaan tidak akan beroperasi disini, tapi kalau ada kejelasan di tingkat Kabupaten maka perusahaan bisa beroperasi dan keputusan ada di marga selaku pemilik tanah dan pemerintah daerah, sedangkan saya tidak bisa mengambil langkah untuk keputusan. Marga Agofa Telah diakui oleh Negara Berdasarkan Peta Partisipatif Wilayah Masyarakat Hukum Adat [2], Kawasan ini tumpang tindih dengan wilayah komunitas masyarakat hukum adat Marga Agofa Suku Sumuri yang telah diakui keberadannya dalam Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat (PPMHA) di Kabupaten Teluk Bintuni. Selain itu Badan Pertanahan Negara/Agraria dan Tata Ruang (BPN/ATR) Provinsi Papua barat telah memetakan hak komunal masyarakat adat di kawasan strategis ini [3]. Bupati Teluk Bintuni dan Gubernur Papua Barat pun telah menandatangani Memorandum of Understandsing (MoU) dengan Kementerian Perindustrian pada saat rapat kerja Bupati/Walikota se Provinsi Papua Barat di Kabupaten Sorong Selatan. Dalam MoU tersebut Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni menyediakan lahan seluas 50 hektar untuk mendukung kawasan industri. Melalui APBD Perubahan 2019, Pemerintah Daerah mengalokasikan Rp 10 miliar untuk pembebasan 50 hektar lahan untuk pembangunan kawasan inti [4] namun hingga saat ini pembayaran hak atas tanah belum dilakukan[5]. Pada Bulan Februari 2020, Bupati yang diwakili staf ahli, Kepala Bappeda dan Tim lintas sektoral Kementerian melakukan kunjungan ke Kampung Onar. Saat kunjungan itu, terdapat pembayaran uang ketuk pintu sebesar 50 juta dari Pemerintah Daerah bersama perwakilan kementerian dan diserahkan kepada marga Agofa yang diwakili oleh Ketua LMA Suku Sumuri. berpedoman pada Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2019 tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat (PPMHA) di Kabupaten Teluk Bintuni, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam oleh pihak lain harus didasarkan kepada prinsip Persetujuan atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan atau PADIATAPA. Prinsip PADIATAPA harus diterapkan secara partisipatif, adil serta terbuka untuk publik. Tujuannya agar masyarakat adat dapat mengetahui proses perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil suatu usaha atau kegiatan. Kebijakan Pengadaan Tanah untuk Kawasan Strategis Pengadaan tanah untuk kawasan strategis mendorong pihak yang berhak (dalam hal ini masyarakat adat) wajib untuk melepaskan hak atas tanahnya. Kewajiban ini termuat dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk kepentingan Umum. Pada Pasal 5 dinyatakan bahwa pihak yang berhak (dalam kasus ini adalah masyarakat adat) wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Dalam Undang Undang ini, Gubernur memiliki kewenangan menetapkan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum setelah ada usulan dari instansi terkait (Pemerintah Pusat). Kesepakatan pihak yang berhak terhadap rencana lokasi pembangunan dilakukan melalui konsultasi publik. Jika dalam konsultasi publik terdapat pihak yang keberatan maka Gubernur membentuk tim untuk melakukan kajian atas keberatan rencana lokasi pembangunan yang dipimpin oleh sekretaris daerah sebagai ketua Tim dan salah satu anggotanya adalah Bupati. Lokasi pembangunan Pelaksaanaan pengadaan tanah dilakukan oleh Lembaga Pertanahan (Badan Pertanahan Nasional RI). Lembaga ini kemudian menetapkan penilai untuk menilai besaran ganti kerugian atas tanah pihak yang berhak. Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilian saham atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Tanah suku Sumuri identik dengan sejarah asal usul yang sangat kuat seperti kisah Soway dan Doway yang memiliki nenek yang bernama Mai[6]. Selain itu ada juga cerita tentang Batu kumapa. Di sisi lain tanah ini dikepung investasi yang dikuasai korporasi besar. Anak adat sumuri di masa depan mungkin tidak akan tahu lagi tentang sejarah dan batas kepemilikan wilayah masyarakat adat karena terdesaknya wilayah masyarakat adat oleh investasi berbasis lahan skala luas, kita berdoa dan yakin masih ada orang baik di dalam suku sumuri yang mampu mempetahankan tanah dan identitas budayanya. Referensi: [1]KPPIP. Kawasan Industri Teluk Bintuni Papua Barat. https://kppip.go.id/proyek-strategis-nasional/s-pembangunan-kawasan-industri-prioritas-kawasan-ekonomi-khusus/kawasan-industri-teluk-bintuni-papua-barat/. Diakses pada Tanggal 17 Juni 2020. [2] Peta partisipatif wilayah masyarakat adat marga marga di Distrik Sumuri. Pemerintah daerah Kabupaten Teluk Bintuni. 2016 [3] Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan BPN. 2018. Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional [4] Diperoleh dari media suara karya dengan alam website https://www.suarakarya.id/detail/101381. Pemda-Bintuni-Upayakan-Pembebasan-Lahan-Investasi-Industri-Petrokimia. [5] Hasil Wawancara dengan Ketua LMA Sumuri, Tadius Fossa [6] Naskah Akademik Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang PPMHA Teluk Bintuni
3 Comments
|
Archives
April 2024
|