Panah Papua
  • Beranda
  • Tentang
  • Berita
  • Publikasi
  • Staf Kami

Rayu Capitol Lemahkan Penegak Hukum di Papua?

29/12/2020

0 Comments

 
Picture
Pencabutan Perkara Banding Kasus PT MSL oleh JPU dengan Terdakwa JB. Sumber :http://sipp.pn-manokwari.go.id/index.php/detil_perkara
Grup Capitol adalah kelompok atau kumpulan korporasi yang sahamnya dikuasai oleh keluarga Widjaja yang terhubung dengan salah satu konglomerat sawit di Dunia, Eka Tjipta Widjaja. Empat anak perusahaannya berada di Provinsi Papua Barat yaitu PT Medco Papua hijau Selaras (PT MPHS), PT Mitra Silva Lestari (PT MSL), PT Anugerah Papua Investindo Utama (PT APIU) dan PT Henrison Inti Persada (PT HIP). Total luasan keempat perusahaan mencapai sekitar 92 ribu hektar.
    Masih hangat pemberitaan bahwa dua dari empat perusahaan tersebut terjerat kasus pelanggaran ingkungan dan permasalahan yang bersinggungan dengan hak masyarakat adat. Perusahan pertama adalah PT MSL, salah satu karyawan perusahaan tersebut (inisial JB) telah dinyatakan bersalah membuka lahan tanpa izin lingkungan yang terjadi di kampung Yarmatum, Distrik Tahota. Proses penegakan hukum cukup lama berlangsung. Kurang lebih memerlukan waktu satu tahun dalam proses penegakan hukum untuk kasus ini, mulai dari penyegelan oleh Balai Gakkum KLHK Maluku Papua sekitar Bulan Agustus Tahun 2019 hingga  putusan pengadilan pada Bulan September 2020.
    Putusan Hakim Pengadilan Manokwari pun membuat publik cukup kecewa. Menelaah dokumen Putusan Hakim Nomor Nomor : 142/Pid.B/LH?2020/PN.Mnk dinyatakan bahwa  bahwa terdakwa JB divonis bersalah dan dikenakan pidana penjara selama 1 Tahun namun hukuman pidana tidak usah dijalani. kecuali, dikemudian hari dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum yang tetap Terdakwa diberikan perintah lain atas alasan Terdakwa sebelum masa percobaan 2 (dua) tahun berakhir telah bersalah melakukan tindak pidana. Tidak terdapat alasan atau pertimbangan mengapa hukuman ini tidak dijalani.
    Menanggapi hal tersebut, pada Tanggal 25 September 2020, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan banding atas putusan hakim. Inisatif Banding pun sempat didaftarkan di pengadilan namun pada Tanggal 5 Oktober 2020 JPU kembali mencabut permohonan pengajuan banding yang diajukan [1]. Belum diketahui alasan pencabutan permohonan banding tersebut.
    Perusahaan kedua adalah PT MPHS. Perusahaan ini dahulu dimiliki oleh Medco Group. Namun sahamnya dibeli oleh Capitol Group. Pada Bulan Desember 2020,  sebagaimana diberitakan dari media [2}, Gakkum LHK Maluku Papua memberikan sanksi tertulis kepada perusahaan yang beroperasi di dataran Warmare, Prafi, Masni dan Sidey ini. Sanksi tersebut dikabarkan dikeluarkan pada bulan Desember 2020.
    Berdasarkan keterangan Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran, Kerusakan Lingkungan Hidup, dan Keanekaragaman Hayati Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Manokwari, Yohanes Ada Lebang mengaku menyayangkan sanksi yang dijatuhkan oleh Gakkum LHK yang tidak dikoordinasikan oleh DLHP Kabupaten Manokwari. Berdasarkan keterangan Yohanes Ade Lebang sebagaimana dikutip dari suaramandiri.co  menyatakan “Mereka (perusahaan) tingkat ketaatannya adalah hasil temuan Gakkum untuk diselesaikan atau ditindaklanjuti. Dan sebenarnya itu yang kami miliki kalau kabupaten. Kalau mereka (Gakkum KLHK) hari ini mereka bisa koordinasi dengan kita sebenarnya kalau sudah sampai tiga kali begini statusnya bisa kita naikkan. Apakah pidana ataukah pencabutan izin seperti itu. Tapi itu yang disayangkan, kasusnya itu mereka jalan sendiri tanpa koordinasi,”
    Dua kasus di atas menunjukkan indikasi lemahnya penegakan hukum khususnya pada isu kejahatan sumber daya alam. Kelemahan ini dapat ditunjukkan melalui perilaku penegak hukum yang tidak wajar terhadap penanganan sebuah kasus [3} bahkan dapat terjebak dalam pusaran korupsi bersama pelaku kejahatan lingkungan. Perilaku ini dapat penulis rangkum sebagai berikut:
1. Proses penegakan hukum terhadap kasus pelanggaran izin lingkungan oleh PT MSL  yang memerlukan waktu yang cukup lama
2. Putusan hakim yang tidak menahan tersangka J.B dalam kasus pelanggaran izin lingkungan oleh PT MSL padahal JB dijatuhi hukuman pidana 1 Tahun Penjara.
3. Pencabutan permohonan banding atas putusan Hakim pengadilan Negeri terhadap kasus pelanggaran izin lingkungan yang dilakukan oleh J.B, selaku karyawan PT MSL. Pencabutan ini dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum setelah didaftarkan di pengadilan
4. Tidak adanya langkah hukum yang pasti terhadap kasus dugaan pencemaran limbah dari PT MPHS. Padahal PT MPHS telah tiga kali dijatuhi sanksi administrasi dan telah layak diproses pidana ataupun pencabutan izin

[1] http://sipp.pn-manokwari.go.id/index.php/detil_perkara
[2] https://suaramandiri.co/2020/12/17/pemberian-sanksi-kepada-salah-satu-perusahaan-di-warpramasi-oleh-gakkum-klhk-tanpa-rekomendasi-kepada-dlh-manokwari/
[3] Voigt. S. 2007. When a Gudge likely to be a corrupt? Global Corruption Report. Transparency International

0 Comments

    Archives

    July 2022
    June 2022
    April 2022
    March 2022
    January 2022
    November 2021
    September 2021
    August 2021
    June 2021
    May 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    September 2020
    June 2020
    May 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    September 2019
    June 2019
    March 2019
    January 2019
    November 2018
    July 2018
    March 2018
    February 2018
    December 2017

    RSS Feed

Site powered by Weebly. Managed by Rumahweb Indonesia
  • Beranda
  • Tentang
  • Berita
  • Publikasi
  • Staf Kami