Panah Papua
  • Beranda
  • Tentang
  • Berita
  • Publikasi
  • Staf Kami

Diduga Menebang Di Luar RKT dan Melakukan Pencucian Kayu Ilegal. Masyarakat Sipil Desak Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat Lakukan Penindakan Terhadap PT APIU

7/1/2022

0 Comments

 
Aliansi Masyarakat Sipil di Provinsi Papua Barat menemukan adanya dugaan penebangan di Luar Blok Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tahun 2021 dan dugaan pencucian kayu ilegal yang berasal dari Luar Blok RKT. Dugaan pelanggaran ini dilakukan oleh PT Agro Papua Inti Utama (PT APIU), salah satu perusahaan pemegang izin IPK di areal konsesi perkebunan sawit PT Subur Karunia Raya, Kabupaten Teluk Bintuni. Adapun temuan dari gabungan masyarakat sipil ini yang pertama adalah dugaan penebebangan kayu di luar blok RKT yang diberikan kepada PT APIU. Berdasarkan analisis kami terdapat tebangan yang posisinya berada di luar blok RKT Tahun 2021 tutur Sulfianto Alias dari Perkumpulan Panah Papua. Hal tersebut dapat dilihat pada Peta sebagai berikut :
Picture
           Ketua Perkumpulan Mongka Papua, Nerius Damianus S menyampaikan terdapat dua point yang harus segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat terhadap kasus ini. Pertama, Pihak Dinas Kehutanan harus segera menindaklanjuti temuan dan menindak tegas jika benar terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh pihak PT APIU. Kami minta Dinas Kehutanan segera menindaklanjuti kasus ini untuk mencegah pengambilan kayu dalam jumlah besar lagi di luar Blok RKT yang diberikan. Kedua, kami meminta Dinas Kehutanan Provinsi Papua barat untuk selalu melakukan pengawasan kepada PT APIU ataupun perusahaan lain yang beraktifitas melakukan pemanenan kayu.  Khusus tenaga CDK Teluk Bintuni harus diberdayakan tenaganya. Kita ketahui bahwa ada banyak tenaga atau staf yang bekerja di Dinas Kehutanan, nah ini harus digunakan kapasitasnya untuk melakukan pengawasan secara ketat.
Picture
        Sebelumnya, perwakilan pemuda darii Suku Moskona, Arnoldus Yerkohok menyampaikan bahwa proses perolehan HGU Sawit PT Subur Karunia Raya diduga menipu masyarakat dan dianggap tidak sah. Pihak perusahaan mengatakan akan memberikan sertifikat kepada masyarakat namun ternyata pengukuran tanah di kampung sebatas untuk keperluan memperoleh HGU dari pihak perusahaan. ‘Sejauh yang diketahui bahwa syarat agar sebuah perusahaan memperoleh izin IPK yaitu perolehan HGU tidak bermasalah dan masyarakat secara umum mengetahui seterang terangnya tujuan perolehan HGU’ tambah Sul.
Terdapat dua point permintaan dari Aliansi Masyarakat sipil yaitu sebagai berikut,
  1. Meminta kepada Pihak berwenang dalam hal ini Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat segera membentuk tim dan melakukan kunjungan lapangan dalam rangka pemeriksaan khusus berdasarkan temuan pemantau independen di lapangan
  2. Meminta Dinas Kehutanan untuk menghentikan segala aktifitas perusahaan PT APIU karena aktifitas yang berjalan dapat diduga juga dapat melakan penebangan secara ilegal.
Narahubung : 08115309289 (Sulfianto Alias)

0 Comments

Pejuang HAM dan Lingkungan Meminta Bupati Evaluasi Perkebunan Sawit di Moskona Selatan, Teluk Bintuni

27/11/2021

0 Comments

 
Picture
       Korneles Aisnak Selaku Pemuda Pejuang HAM dan Lingkungan di wilayah Moskona mengecam aktifitas perkebunan kelapa sawit di Distrik Moskona Selatan yang tidak berpihak kepada masyarakat adat. Selain itu Korneles memaparkan bahwa aktiftas perusahaan untuk mengambil kayu diduga ilegal dan merugikan masyarakat adat. Kami masyarakat adat wilayah moskona sudah merasa hutan kita terancam dengan beberapa investasi seperti HPH Wanagalang, PSK dan Perkebunan Kelapa Sawit PT SKR yang sedang beroperasi di Moskona Selatan. Kedepan yang sangat disayangkan adalah kelapa sawit. Karena hutan, tanah dan segala isinya  dipastikan menjadi milik perusahaan melalui kepemilikan Hak Guna Usaha (HGU).
        Selaku masyarakat adat pejuang HAM dan Lingkungan meminta kepada Kepala Daerah dalam hal ini Bupati untuk segera mendorong proses pengakuan hak masyarakat adat dan Bupati dapat melakukan evaluasi kinerja perusahaan perkebunan sawit dan HPH yang merugikan masyarakat adat.
        Sulfianto Alias selaku perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil dari Perkumpulan Panah Papua menyampaikan bahwa Di Distrik Moskona Selatan, Kabupaten Teluk Bintuni terdapat satu Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit (IUP) yang dipegang oleh PT Subur Karunia Raya (PT SKR). PT SKR diperkirakan telah melakukan land clearing atau pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Adapun perusahaan pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang melakukan pembukaan hutan adalah PT Agro Papua Inti Utama (PT APIU).
         Banyak kayu Non Police Line (NPL) atau kayu sisa Kopermas dari Hasil Operasi Hutan Lestari II (OHL II) di wilayah ini. Kayu kayu NPL ini bisa kemungkinan dicuci  oleh pihak tertentu sehingga kayu menjadi legal padahal sebenarnya ilegal. Kami meminta Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten untuk segera meninjau kembali izin usaha perkebunan milik PT SKR. Selain itu kami meminta kepala Dinas Kehutanan untuk meninjau kembali IPK yang diberika kepada PT APIU.


Narahubung :
08115309289 (Sulfianto Alias)
082248455648 (Korneles Aisnak)
0 Comments

Zakarias Wilil: PMKRI Pusat dan Ombudsman RI Akan Mengawasi Kinerja Gakkum KLHK Dalam Penanganan Kasus Pemalsuan Izin Menteri

9/9/2021

0 Comments

 
Picture

       Dugaan Pemalsukan SK Pelepasan Kawasan Hutan oleh Kepala Dinas Kehutanan dan Ketua Kopermas Kami Nassey yang dilaporkan oleh Aliansi Peduli Masyarakat Adat dan Lingkungan Papua Barat mendapatkan dukungan serius dari Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Zakarias Wilil selalu Ketua Bidang Otsus, PP PMKRI menyampaikan bahwa pada prinsipnya kami mendukung gerakan dari kelompok cipayung termasuk PMKRI, GMNI dan PMII Manokwari dan juga LSM terkait dugaan pemalsuan SK Menteri Kehutanan oleh Kepala DInas Kehutanan Provinsi Papua Barat dan Ketua Kopermas Kami Nassey. Kita ketahui bersama bahwa Di Kabupaten Teluk Wondama banyak terjadi perusakan sumber daya daya alam termasuk hutan. Harapan saya jangan lagi terjadi bencana seperti banjir bandang di wasior yang terjadi pada Tahun 2010.
            Zakarias juga telah menjalin pertemuan dengan Ombudsman RI yang diwakili oleh Robert Na Endi Jaweng. Beliau dari Komisioner Obudsman RI siap mendukung kampanye kawan kawan termasuk mendorong proses hukum untuk dugaan pemalsuan SK Menteri Kehutanan dan berkomitmen untuk tetap mengawal bersama terhadap Isu Sumber Daya Alam. "Ombudsman siap membantu dan mendukung penyelesaian kasus ini".
       Aktivis yang familiar dipangggil Zaka ini juga menambahkan bahwa harapan saya kepada. Balai Gakkum KLHK Wilayah Maluku Papua harus mereka menangani secara benar terhadap kasus ini, pemeriksaan harus dijalankan dengan baik dan Gakkum KLHK bisa melihat berdasarkan data apakah benar atau tidak. Balai Gakkum KLHK harus serius menangani masalah ini karena ini menyangkut orang Papua. Orang Papua tanpa tanah mereka tidak bisa hidup.
        Saya juga meminta kepada Ombudsman RI dan Kepala Kantor Ombudsman Provinsi Papua Barat untuk benar benar menangani dan mengawal dengan serius kasus ini sebagai lembaga pengawas dan bisa menekan Balai Gakkum KLHK untuk menangani kasus ini secara transparan.
         Zakarias menutup penyataan dengan mengutip dokumen vatikan tentang ekologi integral yaitu  "Menjaga Alam Ciptaan Adalah Tanggung Jawa Setiap Orang". Jangan Merampas hutan dan tanah di papua dan papua Barat  lebih khusus di kabupaten wondama,dan bebarap daerah lainya. Orang papua : Tanpa uang orang papua bisa hidup, tetapi tanpa uang orang papua bisa hidup.

0 Comments

Belum Membutuhkan Koramil dan Polsek , Perwakilan Pemuda Moskona Barat Meminta Pemerintah Daerah Fokus kepada Permasalahan Ketimpangan Pengelolaan Sumber Daya Alam

1/8/2021

0 Comments

 
Picture
Minggu, 1 Agustus 2021. Perwakilan Pemuda dari Distrik Moskona Barat, Kornelas Aisnak S.ST menyampaikan bahwa pendirian Kantor Koramil dan Polsek belum dibutuhkan oleh masyarakat adat di Distrik Moskona Barat. “untuk pembangunan Koramil dan Polsek koordinasi dulu, jangan langsung ambil tindakan nanti mengundang hal hal yang tidak baik sehingga menyebabkan masyarakat jadi berantakan, tolong dipahami oleh semua pihak, demi keamanan dan ketertiban masyarakat” tutur Kornelek yang juga sebagai pemilik hak ulayat pada salah satu perusahaan kayu di Distrik Moskona Barat, PT Wanagalang Utama.
         Korneles menambahkan bahwa pemerintah daerah perlu tahu bahwa permasalahan saat ini bukan pada keamanan tapi pada ketimpangan pengelolaan sumber daya alam antara masyarakat adat dan pelaku usaha. Kita ketahui bahwa belum ada hak pengelolaan secara sah yang diakui dan diberikan oleh pemerintah/pemerintah daerah kepada masyarakat adat.  Bahkan izin terus dikeluarkan oleh pemerintah untuk pelaku usaha berbasis lahan, tentunya hal ini menjadi tidak adil bagi kami selaku masyarakat adat. Masyarakat adat ingin sejahtera tapi tidak diberikan hak kelola terhadap sumber daya alam yang dimiliki.
Korneles juga menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur yang tidak melibatkan masyarakat adat justru memperburuk ketimpangan antara kami dan orang kaya yang ada di luar sana. “Di dalam tanah kami dibangun jalan dan jalan tersebut dikerjakan oleh orang dari luar, lantas kita mau dapat apa? uang lari ke luar semua bukan lari ke kampung” tutur Korneles
          Ketua perkumpulan Panah Papua, Sulfianto Alias menyampaikan bahwa terdapat 6 izin berbasis lahan yang melibatkan pengusaha besar yang saat ini beroperasi di wilayah adat Suku Moskona, dua perusahaan terindikasi berada di Moskona Barat. Sedangkan hak pengelolaan sumber daya alam seperti hutan adat belum ada sama sekali. Harapan kami Pemerintah Daerah Kabupaten Teluk Bintuni bisa mendorong percepatan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat yang didahului melalui pemetaan wilayah adat secara partisipatif. Apalagi Kabupaten ini telah memiliki Perda Masyarakat Adat Nomor 1 Tahun 2019 dan Panitia Masyarakat Adat
         Selanjutnya pemerintah pusat dan daerah  dapat mendorong pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat adat yang tentunya dapat dikelola oleh masyarakat adat berdasarkan kearifan lokal mereka sehingga berkelanjutan. Pengelolaan seperti ini justru mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di Distrik Moskona Barat.

Narahubung : 082248455648 Kone/ 08115309289 Sul
0 Comments

Meski Tim Review Izin Telah Mendorong Pencabutan Izin Sawit, Deforestasi Skala Luas di Papua Barat Diperkirakan Akan Berlangsung

6/6/2021

0 Comments

 
Picture
Gambar 1. Kayu Gergajian Yang Ditemukan Pada Salah Satu Areal Eks Konsesi Sawit PT HCW Papua Plantation
        Sekitar akhir Mei 2021,  tim review perizinan sawit Provinsi Papua Barat telah berhasil mencabut 12 izin untuk perkebunan sawit seluas 267,856 Hektar [1]. Pemerintah mengklaim pencabutan izin tersebut merupakan tekad provinsi Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi dan akan mengembalikan zona lindung hutan Papua Barat sebesar 70 persen[2].
         Berdasarkan hasil kajian Perkumpulan Panah Papua menunjukkan bahwa pencabutan izin oleh kepala daerah tanpa diikuti pencabutan izin pelepasan kawasan hutan oleh KLHK berpotensi menimbulkan deforestasi skala luas di areal izin yang telah dicabut. Selain itu tanpa pencabutan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) di areal izin sawit, maka deforstasi secara masif akan terjadi.
       Sebagai contoh, Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat telah menerbitkan Perpanjangan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk PT Aimas Jaya Mandiri (PT AJM) pada Bulan akhir Tahun 2020. PT AJM merupakan perusahaan pemegang izin IPK yang bekerja untuk areal budidaya perkebunan sawit PT Inti Kebun Lestari (PT IKL). PT AJM  juga telah memperoleh Sertifikat Legalitas Kayu (SLK) yang berlaku hingga 3 November 2021.
             Berdasarkan dokumen Hasil penilaian VLK yang diterbitkan oleh PT Mutu Certification, bahwa areal IPK PT AJM di PT IKL sudah sesuai dengan SK Pelepasan Menteri Kehutanan Nomor SK.62/Menhut-II/2021 tanggal 25 Mei 2012 [3]. Sebagai pemegang sertifikat VLK maka PT AJM berhak melakukan pemanfaatan kayu hingga 3 November 2021.
         Berdasarkan Catatan Perkumpulan Panah Papua dari 10 izin sawit yang berpotensi untuk dicabut[4], terdapat 3 perusahaan yang sedang atau yang pernah diberi izin IPK baik atas nama perusahaan lain maupun atas nama perusahaan pemegang Izin lokasi perkebunan sawit. Luasan nya sekitar 15.372 Hektar. Selain itu, Perkumpulan Panah Papua menemukan terdapat potensi deforestasi diluar 10 izin yang berpotensi dicabut, seperti di areal PT Inti Kebun Sejahtera yang Tahun ini sedang dilakukan Timber Cruising pada lahan seluas 1.406 hektar.
Picture
Gambar 2. Areal Perkebunan Sawit PT Inti Kebun Sejahtera Yang Tahun ini Sedang Dilakukan Cruising (Sumber: Istimewa)
          Tercatat Tahun 2014, CV Alco Timber Irian pernah menjadi pemegang IPK di PT Inti Kebun Sejahtera dan pada Tahun 2015 memperoleh legalitas kayu dari PT Lambodja Sertifikasi
[1] https://papuakita.com/lingkungan/12-izin-perekebunan-kelapa-sawit-dicabut-di-papua-barat.html
[2] https://www.forestdigest.com/detail/1130/papua-barat-cabut-izin-kelapa-sawit
[3] Pengumuman Publik Hasil VLK PT Aimas Jaya Mnadiri oleh PT Mutu Certification
[4] Laporan Hasil Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Provinsi Papua Barat
0 Comments

Perwakilan Masyarakat Adat Apresiasi Pencabutan Izin Sawit PT HPP oleh Bupati Teluk Bintuni. Berharap Areal ini dapat dikelola oleh masyarakat adat

25/5/2021

0 Comments

 
Picture
       Perwakilan masyarakat adat Tujuh Suku di Kabupaten Teluk Bintuni, Abdullah Hindom memberikan apresiasi kepada Bupati Teluk Bintuni Ir. Petrus Kasihiw.M.T yang telah mencabut Izin Usaha Perkebunan Sawit (IUP) PT HCW Papua Plantation. Sangat berterima kasih kepada Bupati yang telah mengupayakan sesuai rekomendasi dari KPK untuk mencabut izin PT HCW Papua Plantation di wilayah adat Suku Sough. Artinya ini sangat penting harus dicabut karena dilihat perusahaan ini tidak memberikan kontribusi apa apa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Teluk Bintuni. Wilayah ini diharapkan dikembalikan kepada masyarakat adat untuk dikelola sendiri sehingga berdampak kepada kesejahteraan masyarakat adat itu sendiri.
       Adanya kebijakan pencabutan izin ini maka sekaligus membuat izin perkebunan sawit Ciptana Group milik keluarga Chandrawijaya di Papua Barat telah berakhir. Sebelumnya Pemerintah Daerah Kabupaten Bintuni dan Sorong telah mencabut Izin PT Mega Mustika Plantation, PT Cipta Papua Plantation, serta PT Bintuni Sawit Makmur, ketiga perusaaan ini masuk dalam Grup Ciptana
0 Comments

Bupati Teluk Bintuni Terindikasi Disuap Oleh Perusahaan Sawit Agar Izin Tidak Dicabut, Rekomendasi KPK Dikorupsi

5/5/2021

0 Comments

 
Picture
Bupati Kabupaten Teluk Bintuni, Petrus Kasihiw diduga telah disuap oleh pimpinan perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT HCW Papua Plantation yang akan beroperasi di Distrik Tuhiba, Kabupaten Teluk Bintuni. Indikasi tersebut menguat karena Bupati tidak kunjung mencabut izin Perusahaan PT HCW Papua Plantation. Padahal KPK telah merekomendasikan kepada Bupati agar mencabut izin perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sudah tidak aktif menjalankan usahanya, salah satunya adalah HCW Papua Plantation.
    Bupati Kabupaten Teluk Bintuni juga terlihat melakukan pertemuan dengan pimpinan perusahaan PT HCW Papua Plantation, tampak juga terdapat perwakilan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura, Provinsi Papua Barat. Diduga dari pertemuan tersebut maka Bupati enggan mencabut izin milik PT HCW Papua Plantation.
    Menurut Korneles Aisnak selaku pemantau independen untuk perlindungan hutan alam papua menilai bahwa Bupati telah berada di dalam lingkaran suap perizinan sehingga tidak menjalankan rekomendasi KPK untuk mencabut izin PT HCW Papua Plantation. Di Kabupaten Sorong, Bupatinya berani mencabut izin PT Cipta Papua Plantation yang merupakan perusahaan satu grup dengan HCW Papua Plantation. Bupati Sorong berani, tapi Bupati di Kabupaten Teluk Bintuni ini hanya tebang pilih. Jangan hanya berani mencabut izin perusahaan hanya karena lawan politik, kebijakan harus berlaku adil bagi masyarakat. Jika Bupati Teluk Bintuni tidak kunjung mencabut izin perusahaan, maka kami akan melaporkan kasus ini kepada KPK, sebab Bupati tidak menjalankan rekomendasinya. Dalam hal ini rekomendasi KPK sudah dikorupsi, diduga digunakan untuk kepentingan tertentu. Masyarakat pemilik tanah di Tuhiba seperti Marga Yettu pun menolak hadirnya perusahaan kelapa sawit saat ini karena tak kunjung beroperasi. Oleh karena itu Bupati diminta untuk segera mencabut izin PT HCW Papua Plantation sebagai implementasi Gerakan Nasional penyelamatan Daya Alam Papua (GNPSDA) dan pencegahan korupsi sumber Daya Alam.
0 Comments

Langgar Hak Masyarakat Adat, Masyarakat Sipil Desak Gubernur Papua Barat Tinjau Kembali Rencana Kerja Tahunan PT Prabu Alaska

19/4/2021

0 Comments

 
Picture
Organisasi Masyarakat Sipil yang bekerja di Tanah Papua meminta Gubernur Papua Barat dan untuk meninjau kembali Rencana Kerja Tahunan Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (RKTUPHHK) PT Prabu Alaska. Sebelumnya masyarakat di Kampung Fruata, Distrik Fafurwar Kabupaten Teluk Bintuni telah melakukan pemalangan di wilayah RKT PT Prabu Alaska pada hari Minggu, 11 April 2021. Alasan pemalangan tersebut karena pihak perusahaan telah melakukan penebangan tanpa sepengetahuan pemilik tanah ulayat yaitu orang Fruata dari Marga Tanggarofa dan Wanusanda Suku Irarutu. Masyarakat juga telah berupaya menemui Pihak PT Prabu Alaska pada 13 Maret 2021 namun hingga berita ini diturunkan belum terdapat tindakan perusahaan untuk menyelesaikan persoalan.
    Berdasakan permohonan masyarakat, Organisasi Masyarakat Sipil juga telah mengirimkan surat kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat pada Tanggal 18 Maret 2021 meminta Kepala Dinas Kehutanan memfasilitasi penyelesaian hak antara masyarakat Fruata dan Rauna dengan PT Prabu Alaska namun hingga saat ini belum ada tanggapan dari pihak Dinas Kehutanan.
    Berpedoman pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 24/Menhut-II/2011, pengawasan terhadap implementasi RKT oleh Pemegang Izin adalah Pengawas Tenaga Teknis Pengelolaan Hutan Produksi Lestari-Perencanaan Hutan (WASGANIS PHPL-CANHUT). Pengawas ini salah satunya berada pada Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat.    Berdasarkan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Untuk Papua, Pasal 43 Ayat 4 disebutkan bahwa Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya. Sedangkan pada ayat 5 disebutkan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota memberikan mediasi aktif dalam usaha penyelesaian sengketa tanah ulayat dan bekas hak perorangan secara adil dan bijaksana, sehingga dapat dicapai kesepakatan yang memuaskan para pihak yang bersangkutan. DPR Papua Barat, Majelis Rakyat Papua Barat dan Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Papua Barat berwenang untuk memperhatikan dan menyalurkan aspirasi yang menyangkut hak hak Orang Asli Papua serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya dan pengawasan terutama berkaitan dengan isu pengelolan sumber daya alam. Oleh karena itu Organisasi Masyarakat Sipil di Tanah Papua mendesak kepada:
1. Gubernur untuk meninjau kembali Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2021 PT Prabu Alaska karena telah melanggar hak Marga Wanusanda dan Tanggarofa di Kampung Fruata dan Rauna.
2. Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPRPB) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) turut memperhatikan serta memfasiltasi tindak lanjut penyelesaian menyangkut hak Orang Asli Papua
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Papua Barat untuk melakukan pengawasan terhadap PT Prabu Alaska sesuai dengan tugas dan wewenang DPD  dalam isu pengelolaan sumber daya alam  

Kami yang bersolidaritas :
1. Perkumpulan Panah Papua
2. Papua Forest Watch
3. Himpunan Pemuda moskona
4. Papuana Conservation
5. Yayasan Pusaka Bentala Rakyat

Kontak Person : Sulfianto Alias (08115390289)
0 Comments

Dua Perusahaan Sawit di Tanah Papua Langgar Komitmen Perlindungan Gambut dan High Conservation Value (HCV)

19/4/2021

0 Comments

 
Picture
Oleh
Tim Pantau Gambut Papua*

Tim Pantau Gambut Papua menilai bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap komitmen perlindungan gambut dan areal High Conservation Value (HCV) pada wilayah Hak Guna Usaha PT Putera Manunggal Perkasa (ANJ Group) di Provinsi Papua Barat dan PT Nabire Baru (Goodhope Group) di Provinsi Papua. Penilaian tersebut disampaikan oleh Penias Itlay S.Hut., M.Si mewakili Perkumpulan Nayak Sobat Oase pada kegiatan diseminasi hasil temuan lapangan Tim Pantau Gambut Papua pada hari Jumat, 16 April 2021. Papua memiliki gambut dangkal terluas di Indonesia dengan luasan sekitar 2,4 Juta hektar pada rentang kedalaman 50 sampai 100 cm, menurut peraturan yang berlaku bahwa gambut dangkal tergolong gambut dengan fungsi budidaya sehingga gambut tersebut rawan terhadap kerusakan jika tidak dikelola secara baik.
       ANJ Group dalam laporan tahunannya pada Tahun 2019 menyampaikan bahwa tidak terdapat ekosistem bergambut pada areal HGU PT Putera Manunggal Perkasa. Padahal berdasarkan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut milik Kementerian LHK terdapat ekosistem gambut di dalam HGU tersebut.
Sebelumnya Tim Pantau Gambut Papua yang terdiri dari Perkumpulan Nayak Sobat Oase, Perkumpulan Panah Papua dan Papuana Conservation telah melakukan kunjungan lapangan pada areal HGU PT Putera Manunggal Perkasa untuk menemukan bukti lapangan kerusakan gambut dan mengambil beberapa sampel untuk memastikan keberadaan ekosistem gambut pada setiap areal perkebunan sawit milik mereka.
        Terdapat kanalisasi buatan tanpa sekat kanal, tinggi muka air tanah yang melampaui ambang batas yang ditetapkan pemerintah, serta hilangnya tutupan hutan alam sehingga kami menilai gambut di PT Putera Manunggal Perkasa telah mengalami kerusakan. Penias menambahkan bahwa terdapat wilayah High Conservation Value (HCV) yang telah dihilangkan oleh perusahaan. Luasannya sekitar 38 hektar dan lokasinya berada di HCV Kali Jofo.
         Pengabaian terhadap komitmen perlindungan gambut juga dilakukan oleh Goodhope Group melalui anak perusahaanya PT Nabire Baru. Goodhope menyampaikan komitmennya terhadap perlindungan gambut dengan menetapkan gambut sebagai areal HCV. Hasil temuan lapangan menemukan masih adanya wilayah gambut dengan fungsi lindung yang bertutupan sawit, memiliki kanal buatan tanpa sekat kanal, tinggi muka air

*Perkumpulan Panah Papua, Papua Conservation, Nayak Sobat Oase
Narahubung : Sulfianto Alias (08115309289)
0 Comments

Menebang Tanpa Sosialisasi, PT Prabu Alaska Langgar Hak Masyarakat Adat Fruata dan Rauna

16/3/2021

0 Comments

 
Picture
Masyarakat Adat di Kampung Fruata, Kabupaten Teluk Bintuni dan masyarakat adat di Kampung Rauna menyatakan keberatan atas penebangan yang dilakukan oleh PT Prabu Alaska melalui kontraktornya yaitu PT WPJ dan PT ATJ. Pernyataan keberatan tersebut disampaika oleh perwakilan masyarakat adat kampung Fruata dan Rauna, Semuel Farisa dan Reymundus Fenetruma.
    Semuel menyatakan bahwa kami tidak tahu kegiatan penebangan yang dilakukan oleh pihak PT Prabu Alaska melalui kontraktornya. Kami kaget kalau sudah ada penebangan di dalam wilayah adat kami Marga Tanggarofa, Wanusanda dan Fenetruma di kampung Fruata dan Rauna tanpa sepengetahuan kami. Harapan kami perusahan PT Prabu Alaska harus sosialisasi kegiatan peneebangannya di kampung Fruata dan Rauna, karena kami masyarakat adat belum setuju terhadap kegiatan tersebut (Penebangan di RKT 2021).
    Hal serupa disampaikan oleh Reimundus, bahwa penebangan harus dihentikan sekarang karena kami masyarakat adat tiga marga belum mengetahui dan belum menyetujui rencana penebangan Tahun 2021 ini. Harapan kami kepada pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Daerah Provinsi terutama Dinas Kehutanan yang memiliki kewenangan dalam urusan kehutanan dapat memfasilitasi penyelesaian masalah ini. Jika pemerintah tidak mampu memfasilitasi penyelesaian ini kami akan tempuh dengan menghentikan dan palang perusahaan PT  Prabu Alaska yang beroperasi.
    PT Prabu Alaska adalah perusahan pemegang IUPHHK HA yang masuk dalam konsorsium Alamindo milik Kim Johanes Mulia. Sebelumnya Alamindo telah bertemu Gubernur Papua Barat untuk berinvestasi sebesar 70 Triliun di Provinsi Papua Barat.

Narahubung: Reimundus 082198258948
0 Comments
<<Previous
Forward>>

    Archives

    July 2022
    June 2022
    April 2022
    March 2022
    January 2022
    November 2021
    September 2021
    August 2021
    June 2021
    May 2021
    April 2021
    March 2021
    February 2021
    January 2021
    December 2020
    September 2020
    June 2020
    May 2020
    April 2020
    March 2020
    February 2020
    January 2020
    December 2019
    September 2019
    June 2019
    March 2019
    January 2019
    November 2018
    July 2018
    March 2018
    February 2018
    December 2017

    RSS Feed

Site powered by Weebly. Managed by Rumahweb Indonesia
  • Beranda
  • Tentang
  • Berita
  • Publikasi
  • Staf Kami