Majelis Hakim Pengadilan Tinggi TUN Makassar memutuskan mengabulkan gugatan perusahaan dan menyatakan batal keputusan Bupati terkait pencabutan izin usaha perusahaan kelapa sawit PT Pusaka Agro Lestari (PAL) dan PT Sorong Agrosawitindo (SAS) di Sorong.
“Kami sudah membaca putusan PTTUN Makassar terkait gugatan perusahaan terhadap putusan bupati tentang pencabutan izin. Pertimbangan putusan ini hanya mempersoalkan prosedur pencabutan izin yang diatur dalam peraturan menteri, namun Majelis hakim belum mempertimbangkan sikap masyarakat adat yang menolak izin usaha perusahaan dan hak-hak masyarakat dirampas, serta ancaman hilangnya hutan alam di daerah ini,” ungkap Franky Samperante dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat. Kebijakan Bupati Sorong, Pemerintah Provinsi Papua Barat dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang melakukan evaluasi perusahaan dan hingga pemberian sanksi-sanksi, termasuk pencabutan izin, merupakan bagian dari perbaikan tata kelola pengembangan usaha perkebunan supaya lebih adil, berpihak pada masyarakat dan lingkungan, sebagaimana diamanatkan undang-undang. Kebijakan ini harus diwujudkan, karenanya pemerintah diharapkan tidak mendiamkan putusan PTTUN Makasar ini yang akan mencederai kebijakan peraturan dan suara masyarakat adat. “Organisasi masyarakat sipil mendesak Bupati Sorong untuk mengajukan kasasi atas Putusan PTUN Makassar yang memenangkan gugatan perusahaan kelapa sawit PT Papua Lestari Abadi (PT PLA) dan PT Sorong Agro Sawitindo (SAS). Pemerintah tidak boleh mundur dalam menghadapi gugatan korporasi, yang diduga melakukan pelanggaran”, minta Sulfianto Alias dari Perkumpulan Panah Papua. Kajian dan rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Papua Barat bersama Tim Korsup KPK dan Bupati dari beberapa kabupaten di Provinsi Papua Barat, membuktikan perusahaan telah melanggar syarat dan ketentuan dalam izin-izin usaha, serta mengabaikan hak-hak masyarakat adat dan mengancam kelestarian lingkungan. Kemenangan kedua perusahaan bisa menjadi preseden kurang baik dan jika tidak disikapi akan membuat perusahaan tidak jera dan kejahatan bisnis tidak dapat dikendalikan. “Kami khawatir putusan ini dihasilkan oleh pemahaman terbatas dan kelalaian hakim dalam pemeriksaan perkara dan membuat putusan yang adil bagi masyarakat adat dan lingkungan alam di Papua”, kata Sulfianto. Ketua LMA Malamoi, Silas O. Kalami dan Ketua Perkumpulan Mongka Papua, Nerius D. Sai, menambahkan dan menyatakan mendukung tegas Bupati Kabupaten Sorong untuk Kasasi di Mahkamah Agung. “Pada prinsipnya, Bupati sorong punya hak untuk membela dirinya sebagai Bupati yang dijamin dalam Undang Undang Otsus. Bupati punya kewenangan mengatur perusahaan di wilayah pemerintahannya. Harapannya pemerintah nasional, pemerintah provinsi Papua Barat, para Bupati, KPK, dan berbagai pihak dapat membantu Bupati Sorong karena perkebunan kelapa sawit tidak hanya di Sorong tapi di daerah lain” tuntut Nerius D. Sai. Manokwari, 28 Maret 2022 Koalisi Masyarakat Sipil di Papua Barat Sulfianto Alias, Perkumpulan Panah Papua Nerius D Sai. Perkumpulan Mongka Papua Silas O. Kalami, LMA Malamoi Franky Samperante, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat Kontak Person: Sulfianto +62 811-5309-289
0 Comments
![]() Hai....nama saya Rita Theodora Serio mahasiswi dari Universitas Papua yang sedang menjalankan pelatihan kerja atau magang di NGO Perkumpulan Panah Papua, Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat. Saya mulai mengikuti kegiatan awal di kaimana, dengan melakukan “Pemetaan Spasial Dan Sosial Budaya Masyarakat Hukum Adat Di Kabupaten Kaimana”. Berlangsungnya kegiatan pada 16 februari – 28 februari 2022 dari kegiatan ini kami bertemu dengan 8 suku asli Kaimana. Dari pertemuan dengan 8 suku asli Kaimana ini dapat di ketahui bahwa setiap suku ini memiliki hak Ulayat yang besar namun sebagian besar wilayahnya di manfaatkan untuk Perusahaan dan sebagian besar orang luar untuk menikmati hasil mereka seperti Perusahaan kayu dan perusahaan ikan. Dimana hasil hutan yang mereka ambil dari wilayah Ulayat ini di beli dengan harga 100 Ribu per Kubik, lalu ketika sudah di produksi dan di jual di pasaran dengan harga tinggi dan hasil Laut di ambil dengan gratis dan di jual ke luar Kaimana dengan harga yang tinggi. Sebenarnya bagaimana harus adanya dukungan Pemerintah Kaimana untuk membantu memberi pemahaman bagi Masyarakat Kaimana dalam mengelolah hasil mereka sendiri sehingga tidak dapat di rugikan oleh orang luar. Perkumpulan Panah Papua merupakan lembaga solidaritas masyarakat yang mengutamakan kepentingan masyarakat dalam mencapai suatu hak wilayah adat. Saat pertama kali magang di Panah Papua ada rasa gugup dan takut salah karena NGO yang saya pilih bergerak dibidang pemetaan wilayah adat dan yang berkaitan dengan sektor kehutanan dan hal ini berbeda sekali dari minat mata kuliah yang akan dipilih oleh saya pada penelitian akhir nantinya. Tetapi seiring berjalannya waktu saya mulai menikmati waktu magang ini, karena disini saya mendapatkan pembekalan dan juga berkesempatan untuk turun ke lapangan bersama staf dari Panah Papua.
Pada Minggu, 12 Februari 2022 saya mengikuti kegiatan di Teluk Bintuni bersama Mitra kolaisi Perkumpulan OASE dan Pemuda Adat Wamesa, Roy Masyewi. Hal ini merupakan momen pertama saya saat magang di Panah Papua, pada saat di Bintuni kami berkunjung ke kampung Tirasai di sana banyak sekali ekosistem alam Papua yang perlu di lestarikan dan dilindungi salah satunya spesies kasuari (Casuarius casuarius). Saat turun lapangan ke Kampung Tirasai kami melihat kasuari gelambir ganda (Casuarius casuarius) yang sedang berlari menuju ke hutan entah mencari makanan atau mencari pasangan. Menurut saya kasuari merupakan salah satu spesies endemik papua dan juga diketahui sebagai Icon dari Provinsi Papua barat makanya itu penting sekali untuk di jaga dan lestarikan. Daniella Ijie Peserta Magang UNIPA Di Perkumpulan Panah Papua Aliansi Masyarakat Sipil di Provinsi Papua Barat menemukan adanya dugaan penebangan di Luar Blok Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tahun 2021 dan dugaan pencucian kayu ilegal yang berasal dari Luar Blok RKT. Dugaan pelanggaran ini dilakukan oleh PT Agro Papua Inti Utama (PT APIU), salah satu perusahaan pemegang izin IPK di areal konsesi perkebunan sawit PT Subur Karunia Raya, Kabupaten Teluk Bintuni. Adapun temuan dari gabungan masyarakat sipil ini yang pertama adalah dugaan penebebangan kayu di luar blok RKT yang diberikan kepada PT APIU. Berdasarkan analisis kami terdapat tebangan yang posisinya berada di luar blok RKT Tahun 2021 tutur Sulfianto Alias dari Perkumpulan Panah Papua. Hal tersebut dapat dilihat pada Peta sebagai berikut : Ketua Perkumpulan Mongka Papua, Nerius Damianus S menyampaikan terdapat dua point yang harus segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat terhadap kasus ini. Pertama, Pihak Dinas Kehutanan harus segera menindaklanjuti temuan dan menindak tegas jika benar terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh pihak PT APIU. Kami minta Dinas Kehutanan segera menindaklanjuti kasus ini untuk mencegah pengambilan kayu dalam jumlah besar lagi di luar Blok RKT yang diberikan. Kedua, kami meminta Dinas Kehutanan Provinsi Papua barat untuk selalu melakukan pengawasan kepada PT APIU ataupun perusahaan lain yang beraktifitas melakukan pemanenan kayu. Khusus tenaga CDK Teluk Bintuni harus diberdayakan tenaganya. Kita ketahui bahwa ada banyak tenaga atau staf yang bekerja di Dinas Kehutanan, nah ini harus digunakan kapasitasnya untuk melakukan pengawasan secara ketat. Sebelumnya, perwakilan pemuda darii Suku Moskona, Arnoldus Yerkohok menyampaikan bahwa proses perolehan HGU Sawit PT Subur Karunia Raya diduga menipu masyarakat dan dianggap tidak sah. Pihak perusahaan mengatakan akan memberikan sertifikat kepada masyarakat namun ternyata pengukuran tanah di kampung sebatas untuk keperluan memperoleh HGU dari pihak perusahaan. ‘Sejauh yang diketahui bahwa syarat agar sebuah perusahaan memperoleh izin IPK yaitu perolehan HGU tidak bermasalah dan masyarakat secara umum mengetahui seterang terangnya tujuan perolehan HGU’ tambah Sul.
Terdapat dua point permintaan dari Aliansi Masyarakat sipil yaitu sebagai berikut,
Korneles Aisnak Selaku Pemuda Pejuang HAM dan Lingkungan di wilayah Moskona mengecam aktifitas perkebunan kelapa sawit di Distrik Moskona Selatan yang tidak berpihak kepada masyarakat adat. Selain itu Korneles memaparkan bahwa aktiftas perusahaan untuk mengambil kayu diduga ilegal dan merugikan masyarakat adat. Kami masyarakat adat wilayah moskona sudah merasa hutan kita terancam dengan beberapa investasi seperti HPH Wanagalang, PSK dan Perkebunan Kelapa Sawit PT SKR yang sedang beroperasi di Moskona Selatan. Kedepan yang sangat disayangkan adalah kelapa sawit. Karena hutan, tanah dan segala isinya dipastikan menjadi milik perusahaan melalui kepemilikan Hak Guna Usaha (HGU).
Selaku masyarakat adat pejuang HAM dan Lingkungan meminta kepada Kepala Daerah dalam hal ini Bupati untuk segera mendorong proses pengakuan hak masyarakat adat dan Bupati dapat melakukan evaluasi kinerja perusahaan perkebunan sawit dan HPH yang merugikan masyarakat adat. Sulfianto Alias selaku perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil dari Perkumpulan Panah Papua menyampaikan bahwa Di Distrik Moskona Selatan, Kabupaten Teluk Bintuni terdapat satu Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit (IUP) yang dipegang oleh PT Subur Karunia Raya (PT SKR). PT SKR diperkirakan telah melakukan land clearing atau pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit. Adapun perusahaan pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang melakukan pembukaan hutan adalah PT Agro Papua Inti Utama (PT APIU). Banyak kayu Non Police Line (NPL) atau kayu sisa Kopermas dari Hasil Operasi Hutan Lestari II (OHL II) di wilayah ini. Kayu kayu NPL ini bisa kemungkinan dicuci oleh pihak tertentu sehingga kayu menjadi legal padahal sebenarnya ilegal. Kami meminta Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten untuk segera meninjau kembali izin usaha perkebunan milik PT SKR. Selain itu kami meminta kepala Dinas Kehutanan untuk meninjau kembali IPK yang diberika kepada PT APIU. Narahubung : 08115309289 (Sulfianto Alias) 082248455648 (Korneles Aisnak) Dugaan Pemalsukan SK Pelepasan Kawasan Hutan oleh Kepala Dinas Kehutanan dan Ketua Kopermas Kami Nassey yang dilaporkan oleh Aliansi Peduli Masyarakat Adat dan Lingkungan Papua Barat mendapatkan dukungan serius dari Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Zakarias Wilil selalu Ketua Bidang Otsus, PP PMKRI menyampaikan bahwa pada prinsipnya kami mendukung gerakan dari kelompok cipayung termasuk PMKRI, GMNI dan PMII Manokwari dan juga LSM terkait dugaan pemalsuan SK Menteri Kehutanan oleh Kepala DInas Kehutanan Provinsi Papua Barat dan Ketua Kopermas Kami Nassey. Kita ketahui bersama bahwa Di Kabupaten Teluk Wondama banyak terjadi perusakan sumber daya daya alam termasuk hutan. Harapan saya jangan lagi terjadi bencana seperti banjir bandang di wasior yang terjadi pada Tahun 2010. Zakarias juga telah menjalin pertemuan dengan Ombudsman RI yang diwakili oleh Robert Na Endi Jaweng. Beliau dari Komisioner Obudsman RI siap mendukung kampanye kawan kawan termasuk mendorong proses hukum untuk dugaan pemalsuan SK Menteri Kehutanan dan berkomitmen untuk tetap mengawal bersama terhadap Isu Sumber Daya Alam. "Ombudsman siap membantu dan mendukung penyelesaian kasus ini". Aktivis yang familiar dipangggil Zaka ini juga menambahkan bahwa harapan saya kepada. Balai Gakkum KLHK Wilayah Maluku Papua harus mereka menangani secara benar terhadap kasus ini, pemeriksaan harus dijalankan dengan baik dan Gakkum KLHK bisa melihat berdasarkan data apakah benar atau tidak. Balai Gakkum KLHK harus serius menangani masalah ini karena ini menyangkut orang Papua. Orang Papua tanpa tanah mereka tidak bisa hidup. Saya juga meminta kepada Ombudsman RI dan Kepala Kantor Ombudsman Provinsi Papua Barat untuk benar benar menangani dan mengawal dengan serius kasus ini sebagai lembaga pengawas dan bisa menekan Balai Gakkum KLHK untuk menangani kasus ini secara transparan. Zakarias menutup penyataan dengan mengutip dokumen vatikan tentang ekologi integral yaitu "Menjaga Alam Ciptaan Adalah Tanggung Jawa Setiap Orang". Jangan Merampas hutan dan tanah di papua dan papua Barat lebih khusus di kabupaten wondama,dan bebarap daerah lainya. Orang papua : Tanpa uang orang papua bisa hidup, tetapi tanpa uang orang papua bisa hidup. Minggu, 1 Agustus 2021. Perwakilan Pemuda dari Distrik Moskona Barat, Kornelas Aisnak S.ST menyampaikan bahwa pendirian Kantor Koramil dan Polsek belum dibutuhkan oleh masyarakat adat di Distrik Moskona Barat. “untuk pembangunan Koramil dan Polsek koordinasi dulu, jangan langsung ambil tindakan nanti mengundang hal hal yang tidak baik sehingga menyebabkan masyarakat jadi berantakan, tolong dipahami oleh semua pihak, demi keamanan dan ketertiban masyarakat” tutur Kornelek yang juga sebagai pemilik hak ulayat pada salah satu perusahaan kayu di Distrik Moskona Barat, PT Wanagalang Utama.
Korneles menambahkan bahwa pemerintah daerah perlu tahu bahwa permasalahan saat ini bukan pada keamanan tapi pada ketimpangan pengelolaan sumber daya alam antara masyarakat adat dan pelaku usaha. Kita ketahui bahwa belum ada hak pengelolaan secara sah yang diakui dan diberikan oleh pemerintah/pemerintah daerah kepada masyarakat adat. Bahkan izin terus dikeluarkan oleh pemerintah untuk pelaku usaha berbasis lahan, tentunya hal ini menjadi tidak adil bagi kami selaku masyarakat adat. Masyarakat adat ingin sejahtera tapi tidak diberikan hak kelola terhadap sumber daya alam yang dimiliki. Korneles juga menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur yang tidak melibatkan masyarakat adat justru memperburuk ketimpangan antara kami dan orang kaya yang ada di luar sana. “Di dalam tanah kami dibangun jalan dan jalan tersebut dikerjakan oleh orang dari luar, lantas kita mau dapat apa? uang lari ke luar semua bukan lari ke kampung” tutur Korneles Ketua perkumpulan Panah Papua, Sulfianto Alias menyampaikan bahwa terdapat 6 izin berbasis lahan yang melibatkan pengusaha besar yang saat ini beroperasi di wilayah adat Suku Moskona, dua perusahaan terindikasi berada di Moskona Barat. Sedangkan hak pengelolaan sumber daya alam seperti hutan adat belum ada sama sekali. Harapan kami Pemerintah Daerah Kabupaten Teluk Bintuni bisa mendorong percepatan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat yang didahului melalui pemetaan wilayah adat secara partisipatif. Apalagi Kabupaten ini telah memiliki Perda Masyarakat Adat Nomor 1 Tahun 2019 dan Panitia Masyarakat Adat Selanjutnya pemerintah pusat dan daerah dapat mendorong pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat adat yang tentunya dapat dikelola oleh masyarakat adat berdasarkan kearifan lokal mereka sehingga berkelanjutan. Pengelolaan seperti ini justru mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di Distrik Moskona Barat. Narahubung : 082248455648 Kone/ 08115309289 Sul Gambar 1. Kayu Gergajian Yang Ditemukan Pada Salah Satu Areal Eks Konsesi Sawit PT HCW Papua Plantation Sekitar akhir Mei 2021, tim review perizinan sawit Provinsi Papua Barat telah berhasil mencabut 12 izin untuk perkebunan sawit seluas 267,856 Hektar [1]. Pemerintah mengklaim pencabutan izin tersebut merupakan tekad provinsi Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi dan akan mengembalikan zona lindung hutan Papua Barat sebesar 70 persen[2]. Berdasarkan hasil kajian Perkumpulan Panah Papua menunjukkan bahwa pencabutan izin oleh kepala daerah tanpa diikuti pencabutan izin pelepasan kawasan hutan oleh KLHK berpotensi menimbulkan deforestasi skala luas di areal izin yang telah dicabut. Selain itu tanpa pencabutan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) di areal izin sawit, maka deforstasi secara masif akan terjadi. Sebagai contoh, Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat telah menerbitkan Perpanjangan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) untuk PT Aimas Jaya Mandiri (PT AJM) pada Bulan akhir Tahun 2020. PT AJM merupakan perusahaan pemegang izin IPK yang bekerja untuk areal budidaya perkebunan sawit PT Inti Kebun Lestari (PT IKL). PT AJM juga telah memperoleh Sertifikat Legalitas Kayu (SLK) yang berlaku hingga 3 November 2021. Berdasarkan dokumen Hasil penilaian VLK yang diterbitkan oleh PT Mutu Certification, bahwa areal IPK PT AJM di PT IKL sudah sesuai dengan SK Pelepasan Menteri Kehutanan Nomor SK.62/Menhut-II/2021 tanggal 25 Mei 2012 [3]. Sebagai pemegang sertifikat VLK maka PT AJM berhak melakukan pemanfaatan kayu hingga 3 November 2021. Berdasarkan Catatan Perkumpulan Panah Papua dari 10 izin sawit yang berpotensi untuk dicabut[4], terdapat 3 perusahaan yang sedang atau yang pernah diberi izin IPK baik atas nama perusahaan lain maupun atas nama perusahaan pemegang Izin lokasi perkebunan sawit. Luasan nya sekitar 15.372 Hektar. Selain itu, Perkumpulan Panah Papua menemukan terdapat potensi deforestasi diluar 10 izin yang berpotensi dicabut, seperti di areal PT Inti Kebun Sejahtera yang Tahun ini sedang dilakukan Timber Cruising pada lahan seluas 1.406 hektar. Gambar 2. Areal Perkebunan Sawit PT Inti Kebun Sejahtera Yang Tahun ini Sedang Dilakukan Cruising (Sumber: Istimewa) Tercatat Tahun 2014, CV Alco Timber Irian pernah menjadi pemegang IPK di PT Inti Kebun Sejahtera dan pada Tahun 2015 memperoleh legalitas kayu dari PT Lambodja Sertifikasi [1] https://papuakita.com/lingkungan/12-izin-perekebunan-kelapa-sawit-dicabut-di-papua-barat.html
[2] https://www.forestdigest.com/detail/1130/papua-barat-cabut-izin-kelapa-sawit [3] Pengumuman Publik Hasil VLK PT Aimas Jaya Mnadiri oleh PT Mutu Certification [4] Laporan Hasil Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Provinsi Papua Barat Perwakilan masyarakat adat Tujuh Suku di Kabupaten Teluk Bintuni, Abdullah Hindom memberikan apresiasi kepada Bupati Teluk Bintuni Ir. Petrus Kasihiw.M.T yang telah mencabut Izin Usaha Perkebunan Sawit (IUP) PT HCW Papua Plantation. Sangat berterima kasih kepada Bupati yang telah mengupayakan sesuai rekomendasi dari KPK untuk mencabut izin PT HCW Papua Plantation di wilayah adat Suku Sough. Artinya ini sangat penting harus dicabut karena dilihat perusahaan ini tidak memberikan kontribusi apa apa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Teluk Bintuni. Wilayah ini diharapkan dikembalikan kepada masyarakat adat untuk dikelola sendiri sehingga berdampak kepada kesejahteraan masyarakat adat itu sendiri.
Adanya kebijakan pencabutan izin ini maka sekaligus membuat izin perkebunan sawit Ciptana Group milik keluarga Chandrawijaya di Papua Barat telah berakhir. Sebelumnya Pemerintah Daerah Kabupaten Bintuni dan Sorong telah mencabut Izin PT Mega Mustika Plantation, PT Cipta Papua Plantation, serta PT Bintuni Sawit Makmur, ketiga perusaaan ini masuk dalam Grup Ciptana Bupati Kabupaten Teluk Bintuni, Petrus Kasihiw diduga telah disuap oleh pimpinan perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT HCW Papua Plantation yang akan beroperasi di Distrik Tuhiba, Kabupaten Teluk Bintuni. Indikasi tersebut menguat karena Bupati tidak kunjung mencabut izin Perusahaan PT HCW Papua Plantation. Padahal KPK telah merekomendasikan kepada Bupati agar mencabut izin perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sudah tidak aktif menjalankan usahanya, salah satunya adalah HCW Papua Plantation.
Bupati Kabupaten Teluk Bintuni juga terlihat melakukan pertemuan dengan pimpinan perusahaan PT HCW Papua Plantation, tampak juga terdapat perwakilan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura, Provinsi Papua Barat. Diduga dari pertemuan tersebut maka Bupati enggan mencabut izin milik PT HCW Papua Plantation. Menurut Korneles Aisnak selaku pemantau independen untuk perlindungan hutan alam papua menilai bahwa Bupati telah berada di dalam lingkaran suap perizinan sehingga tidak menjalankan rekomendasi KPK untuk mencabut izin PT HCW Papua Plantation. Di Kabupaten Sorong, Bupatinya berani mencabut izin PT Cipta Papua Plantation yang merupakan perusahaan satu grup dengan HCW Papua Plantation. Bupati Sorong berani, tapi Bupati di Kabupaten Teluk Bintuni ini hanya tebang pilih. Jangan hanya berani mencabut izin perusahaan hanya karena lawan politik, kebijakan harus berlaku adil bagi masyarakat. Jika Bupati Teluk Bintuni tidak kunjung mencabut izin perusahaan, maka kami akan melaporkan kasus ini kepada KPK, sebab Bupati tidak menjalankan rekomendasinya. Dalam hal ini rekomendasi KPK sudah dikorupsi, diduga digunakan untuk kepentingan tertentu. Masyarakat pemilik tanah di Tuhiba seperti Marga Yettu pun menolak hadirnya perusahaan kelapa sawit saat ini karena tak kunjung beroperasi. Oleh karena itu Bupati diminta untuk segera mencabut izin PT HCW Papua Plantation sebagai implementasi Gerakan Nasional penyelamatan Daya Alam Papua (GNPSDA) dan pencegahan korupsi sumber Daya Alam. |
Archives
April 2023
|