Wilayah adat adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan atau perairan beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dengan batas-batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan dilestarikan secara turun-temurun dan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dari leluhur mereka atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau hutan adat (Permendagri 52 Tahun 2014). Berdasarkan pengalaman pemetaan partisipatif, secara umum Wilayah adat memiliki dua zonasi yatu zona untuk pemanfaatan dan zona untuk perlindungan. Contohnya pada suku Hatam, Pegunungan Arfak dikenal adanya wilayah Susti, Mbahamti dan Nimahamti. Mbahamti digolongkan dalam zona perlindungan sedangkan Susti dan Nimahamti diketegorikan ke dalam Zona Pemanfaatan. Bagaimana sistem zonasi tradisional tersebut jika diintegrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang Daerah?
Sesuai dengan peraturan yang berlaku, terdapat dua fungsi dalam pola ruang RTRW yaitu Pola Ruang Lindung dan Budidaya. Apakah wilayah adat dapat dikategorikan ke dalam pola ruang lindung, budidaya atau pada kedua pola ruang tersebut? Perda Nomor 5 Tahun 2015 RTRW Kalimantan Tengah dapat dijadikani contoh yang baik dalam kasus ini. Dalam Perda tersebut wilayah MHA dikategorikan ke dalam dua fungsi yaitu lindung dan budidaya. Pada pola ruang lindung, terdapat kawasan Hutan adat seluas 600.000 Ha dan pada pola ruang budidaya terdapat kawasan tanah adat seluas 900.000 Ha. Dapat disimpulkan bahwa pada Perda RTRW Kalimantan tengah, wilayah adat masuk dalam ke dua fungsi dalam pola ruang. Namun masuknya hutan adat dalam pola ruang lindung dapat didefinisikan oleh setia porang sebagai kawasan yang memungkinkan untuk dilindungi dan tidak dapat dimanfaatkan untuk keperluan budidaya. Dari definisi tersebut muncul pertanyaan bagaimana dengan hutan adat yang memiliki zona pemanfaatan oleh masyarakat hukum adat? Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia , tidak ditemukan nomenklatur dengan istilah “wilayah adat”. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017, terdapat satu nomenklatur yaitu ”Kawasan konservasi adat maritim”. Penulis mengartikan kawasan tersebut sama dengan kawasan dengan fungsi lindung dalam wilayah adat (misalnya kawasan yang sakral, kawasan yang memiliki sejarah historis nenek moyang dsb). Papua sebagai wilayah otonomi khusus semestinya cukup kuat secara politik untuk memasukkan wilayah adat dalam Perda RTRW daerahnya. Nomenklaturnya tinggal diperjelas misalnya dalam pola ruang lindung wilayah adat dapat ditulis “wilayah adat dengan fungsi perlindungan” dan “wilayah adat dengan fungsi budidaya” pada pola ruang budidaya.
1 Comment
|
Archives
April 2023
|