Aktifitas Pembukaan Hutan di Kampung Meyado, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat. Aktifitas pembukaan diduga dilakukan oleh PT Bintuni Mitra Sejahtera (PT BMS) Pohon dari hutan alam berdiameter sekitar 50 cm tumbang diantara rimbunan pepohonan kecil akibat gergaji mesin. Tampak alat berat jenis escavator sedang merontokkan tegakan pepohonan pada hutan alam Kampung Meyado, Distrik Meyado Kabupaten Teluk Bintuni. Aktifitas tersebut diduga dilakukan oleh PT Bintuni Mitra Sejahtera (PT BMS), perusahaan kontraktor yang tercatat beralamat di Soho Skyloft Ciputra World Unit 2168 Jl. Mayjend Sungkono No. 89 Surabaya, Jawa Timur. Kayu bulat hasil penebangan tampak tidak ditempeli barcode sebagaimana mestinya. Kayu bulat hanya bertuliskan angka yang tercamtum diatas potongan plastik kecil berwarna merah. PT BMS adalah kontraktor yang bekerja sama dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Subur Karunia Raya (PT SKR). Dalam wawancara dengen aparat penegak hukum Polres Kabupaten Teluk Bintuni, PT. SKR mengakui bahwa wilayah penebangan di Kampung Meyado Kabupaten Teluk Bintuni masuk dałam bagan kerja mereka dan pihak perusahaan telah memegang SK pemberian Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 91/HGU/KEM_ATR/BPN/XII/2021 dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) yang diterbitkan pada tanggal 2 Desember 2021 dengan luasan 4.356 hektar. Wawancara dengan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua barat, Jimmy Susanto S.Hut., MP juga membenarkan Bahwa PT SKR telah memegang SK HGU Nomor 91/HGU/KEM_ATR/BPN/XII/2021 dan HGU tersebut berlaku dan melekat sebagai izin Pemanfaatan Kayu Kegiatan Non Kehutanan (PKKNK). Jimmy juga menambahkan bahwa pihak Dinas Kehutanan hanya berwenang memberikan akses SIPUHH kepada PT SKR. Sejak 6 bulan terakhir, telah terjadi kehilangan hutan alam seluas 193 hektar di dalam areal izin pelepasan kawasan hutan PT SKR. Aktifitas penghilangan hutan alam tersebut mencatatkan PT SKR masuk dalam urutan tiga besar perusahaan yang masif melakukan land clearing di Tanah Papua (https://map.nusantara-atlas.org/). PT SKR diduga melakukan konversi hutan alam menjadi areal perkebunan sawit pada tiga kampung yaitu Kampung Barma, Barma Barat dan Meyado. Dalam dokumen Bagan Kerja PKKNK HGU PT SKR, tercatat luas areal PKKNK sekitar 1.117 hektar, areal tersebut terdiri dari 9 blok bagan kerja dan blok blok tersebut hanya berada pada sisi barat dari izin pelepasan kawasan hutan PT SKR. Berdasarkan wilayah administrasi, bagan kerja terletak pada dua kampung yaitu kampung Barma Barat dan Barma. Wilayah Izin PT SKR dan Lokasi Land Clearing Kayu bulat hasil tebangan di kampung Meyado diperkirakan berada di luar SK HGU Nomor 91/HGU/KEM_ATR/BPN/XII/2021. Penebangan telah terjadi sejak akhir Tahun 2023. Panah Papua mencocokkan data luasan HGU yang berasal dari situs resmi Kementerian ATR/BPN (https://bhumi.atrbpn.go.id/peta) dan mempelajari salinan dokumen HGU perusahaan, hasil analisa menunjukkan bahwa lokasi tebangan terindikasi berada di wilayah Hak Guna Usaha Koperasi Meyado Karunia Sejahtera (Koperasi MKS) yang memiliki luasan 249 hektar. Bernadus Asmorom selaku Ketua LMA Suku Moskona yang tinggal di Kampung Meyado awalnya tidak tahu adanya kehadiran koperasi MKS. Namun setelah Ia meminta informasi baru baru ini kepada PT SKR , Bernadus baru memperoleh informasi tentang keberadaan Koperasi tersebut. Kepengurusan Koperasi MKS diisi oleh masyarakat adat yang tinggal di Kampung Meyado, Ketuanya adalah Marthen Asmorom yang juga dahulu pernah menjabat sebagai Kepala Kampung Meyado I. Marthen Asmorom tercatat telah meninggal dunia pada Tahun 2020(https://klikpapua.com/papua-barat/teluk-bintuni/warga-masuy-bintuni-digegerkan-dengan-penemuan-mayat-yang-sudah-membusuk.html). Adapun Bendahara Koperasi adalah Ibu Fransina Asmorom dan Ketua Pengawas Koperasi adalah Bapak Bonny Asmorom, keduanya juga telah meninggal dunia pada Tahun 2020 dan Tahun 2023. Koperasi MKS juga tercatat di dalam aplikasi SIPNBP sebagai pemegang PKKNK HGU melalui SK HGU Nomor 1/SKHGU/BPN-92/IX/2021. Namun Koperasi MKS tidak mencatatkan laporan hasil produksi kayu dalam SIPUHH sepanjang Tahun 2021 hingga saat ini. Koperasi MKS diduga hanya digunakan sebagai bendera oleh perusahaan PT SKR dan PT BMS. Koperasi ini juga belum pernah terdengar menyusun bagan kerja untuk penebangan kayu. Perkumpulan Panah Papua telah mengunjungi lokasi dugaan penebangan kayu ilegal di Kampung Meyado dan menemukan adanya tumpukan kayu bulat yang tidak memiliki barcode. Kayu bulat tersebut hanya tertera angka yang diduga menunjukkan identitas pohon berturut turut adalah 9492 dan 9493. Sebelum dikirimkan ke industri, ditemukan kayu bulat ditumpuk di Tempat Penimbunan Kayu (TPK) di Distrik Yakora. Hampir separuh kayu bulat tidak tertempeli barcode sedangkan separuhnya lagi tertera barcode dengan logo V-Legal a.n PT SKR. Berdasarkan hasil audit VLHH PT SKR, sertifikat legalitas kayu telah berakhir pada 13 Februari 2024. Namun Panah Papua menemukan adanya kayu bulat yang masih terpasang barcode v legal pada bontos ketika berkunjung pada Tanggal 21 Maret 2024. Kayu Bulat PT SKR di TPK Distrik Yakora, Kabupaten Teluk Bintuni Pemilik PT BMS adalah Irwan Oswandi dan Eddy Harrison Siauw. Irwan Oswandi merupakan Komisaris Utama pada industri PT Kaimana Papua Mandiri, salah satu pemegang izin industri kayu olahan di Kabupaten Kaimana. PT Kaimana Papua Mandiri juga tercatat menerima kayu dari PT SKR pada Tahun 2023. Jumlah Kayu bulat PT SKR yang diterima oleh PT Kaimana Papua Mandiri total sebanyak 1.074 m3 (BPHP Wilayah XVI Manokwari, 2024). Sedangkan Eddy Harison Siauw pernah tercatat pernah duduk sebagai komisaris PT Agro Papua Inti Utama (PT APIU). PT APIU merupakan perusahaan pemegang IPK/PKKNK pada wilayah PT SKR yang telah melaporkan hasil produksinya sepanjang Tahun 2018 hingga 2022
0 Comments
Eduard Orocomna S.T, anggota MRPB Pokja Adat Kabupaten Teluk Bintuni menanggapi berita adanya dugaan kayu ilegal dari perusahaan yang beroperasi di wilayah adat Moskona, Kabupaten Teluk Bintuni. Berdasarkan pemberitaan yang beredar tentang dugaan adanya kayu ilegal di PT Subur Karunia Raya (PT SKR), menurut saya apa yang disampaikan rekan masyarakat sipil, saya sepakat karena perusahaan yang terkait kelapa sawit ini (PT SKR) telah lama beroperasi dan saya meminta penegak hukum harus tuntaskan permasalahan ini baik itu perusahaan PT SKR maupun PT Wanagalang Utama yang beroperasi di daerah kami Moskona. Perusahaan yang sudah kerja ini, jika izin sudah habis tidak bisa dilanjutkan dan pemerintah perlu tinjau kembali lagi izinnya.
Terkait dugaan kayu ilegal yang ditebang PT SKR di Meyado dan Barma Barat, harapan saya kepada Gubernur Provinsi Papua Barat dan pejabat yang berada di Provinsi meminta adanya revisi Pergub tentang hak ulayat yang sedang digarap oleh DInas yang berwenang. Harus ada evaluasi dan dilihat kembali perusahaan yang ambil kayu betul betul diatur dalam Pergub, karena kalau lihat saat ini perusahaan kerja mereka bersihkan smeua. Saya harap kepada Gubernur, Kepada Dinas Kehutanan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup atau pejabat lain untuk evaluasi kembali izin izin perusahaan ini. Saya sebagai anggota MRPB Pokja Adat Kabupaten Teluk Bintuni akan mengawal kasus ini kepada Gubernur dan meminta untuk Gubernur untuk mengontrol hal ini kepada dinas terkait dan harus dituntaskan. MRPB sudah mendiskusikan kasus kayu ilegal dalam grup MRPB, kita akan bahas, dan MRPB akan menyurat kepada Gubernur Papua Barat meminta beliau untuk pertemuan dengan dinas terkait untuk kontrol kepada perushaaan perusahaan yang diduga melanggar perizinan. Saya tekankan bahwa setiap perusahaan atau Investor yg masuk di wilayah Moskona harus koordinasi kepada kami MRPB Papua Barat. Senada dengan Eduard, perwakilan pemuda Moskona Barnabas Orocomna juga menyampaikan bahwa di sini saya sudah ikut pemberitaan perusahaan yang beroperasi di wilayah Suku Moskona, baik perusahaan kelapa sawit maupun perusahaan kayu, kelapa sawit ini memang merusak hasil hutan semua. Kami masyarakat bingung, di lapangan hasil kecil kecil di hutan mereka gusur semua bersih dan hak pembayaran hak ulayat kami tidak thau. Saya minta pemerintah harus bicara sama sama duduk dengan masyarakat. Terkait dugaan adanya Kayu ilegal PT SKR, saya sangat setuju harus dilakukan penegakan hukum dari Dinas terkait dan kemanan dari Polres Teluk Bintuni harus turun karena kasihan ini merusak. Ulayat dari moskona sudah tidak ada kayu lagi, sekarang mereka kejar di wilayah moskona barat arah ke gunung, dan itu kami tidak mau, karena perusahaan kalau ambil kayu dia sapu semua. Contoh kami lihat di PT Wanagalang, kami minta pemerintah harus tinjau izin, untuk wilayah kami hanya untuk pembangunan pemerintah tapi untuk perusahaan misalnya Wanagalang tidak lagi, dan saya katakaan stop, kami tidak mau muncul masalah dan kami mau aman, tutur Barnabas. |
Archives
April 2024
|