Muka Marthen Wersin mulai memerah setelah mendengar terdapat rencana izin baru masuknya kelapa sawit di wilayah adatnya, wilayah adat Suku Irarutu. Marthen yang juga menjabat sebagai Ketua LMA Tujuh Suku Kabupaten Teluk Bintuni merasa tidak pernah dilibatkan dalam konsultasi publik AMDAL yang telah dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Borneo Subur Prima (PT BSP). Marthen menilai bahwa proses AMDAL itu tidak perlu terburu buru dan harus dilakukan kajian yang matang. "Dokumen AMDAL itu harus dibuat secara benar. jangan hanya menentukan dokumen AMDAL sepihak dan AMDAL itu harus kita kaji lama bukan 1-2 hari saja".
Menyikapi telah dilakukannya konsultasi publik, maka Marthen Wersin menyatakan bahwa LMA Tujuh Suku Kabupaten Teluk Bintuni bersikap menolak dengan tegas masuknya investasi PT BSP di wilayah adat Irarutu dan Sumuri. "Perkebunan sawit itu bukan membahagiakan masyarakat tapi mereka juga susah. Kami LMA 7 Suku punya sikap tegas. LMA dulu beda dengan sekarang, LMA sekarang terstruktur, anggaran ke masing masing LMA suku juga sudah ada, saya akan meminta kepala Suku untuk kumpul untuk membahas khusus terkait hal ini. Sebelum itu terjadi kita tidak boleh izinkan (kelapa sawit). Kita masyarakat duduk musyawarah. Sikap LMA menolak perkebunan kelapa sawit". Sebagai alternatif, Marthen menawarkan untuk masyarakat adat tujuh suku untuk fokus mengembangkan potensi lokal mereka seperti pala, sagu, kasbi dan lainnya. "Masih banyak cara untuk membangun ekonomi masyarakat adat di kampung, misalnya dengan mengembangkan potensi lokal yang ada. Kita masyarakat tujuh suku ini punya pala dan sagu. Ketika orang Papua punya pala atau sagu, kita bisa jual hasil hutan itu dan bisa mendapatkan uang, kita orang Papua tidak punya sejarah untuk kembangkan perkebunan sawit" Marthen pun menyampaikan harapan kepada pemerintah daerah untuk mengedepankan aspek musyawarah, melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk terlibat dalam proses yang dijalankan. "untuk harapan saya ke pemerintah daerah sebagai representasi pusat, jangan melupakan tanah adat. Apapun mau dilakukan pemerintah kita musyawarah. Saya sudah lihat di Manowkari, Sorong tidak ada perkembangan orang asli papua untuk olah kelapa sawit ini"tutup Wersin
0 Comments
Kurang lebih 30 Tahun petani plasma perkebunan kelapa sawit di Distrik Sumuri meradang akibat berbagai masalah yang dihadapi. Mulai dari permasalahan tenaga kerja hingga kredit pinjaman yang tak kunjung lunas akibat proses yang diduga tidak transparan dan penuh rekayasa oleh pihak perusahaan sawit. Belum habis penderitaan masyarakat Sumuri tersebut, masuk lagi perusahaan perkebunan sawit raksasa PT Borneo Subur Prima (PT BSP) yang akan beroperasi di Distrik Aroba dan Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni dengan luasan 34.168 Ha atau sama dengan separuh dari luas Jakarta
Menanggapai rencana tersebut, Anggota Pokja Adat Majelis Rakyat Papua Barat, Eduard Orocomna secara tegas meminta kepada Bupati Teluk Bintuni selaku pemimpin daerah untuk tidak menerbitkan izin lokasi dan izin lainnya untuk perusahaan sawit tersebut. “Pertimbangan utama dari kami MRPB bahwa masalah antara petani dan perusahaan perkebunan sawit di Sumuri belum selesai, petani terlilit utang kepada perusahaan yang tak kunjung lunas padahal perusahaan telah hadir 30 Tahun lebih diSumuri. Ini seperti proyek tipu tipu masyarakat. Belum selesai itu semua, Pemerintah Daerah lewat Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Teluk Bintuni, BPMPTSP serta Kantah ATR/BPN Teluk Bintuni kemudian mendukung dengan ikut hadir atau berpartisipasi dalam kegiatan Sosialisasi AMDAL PT BSP” “Saya juga meminta kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Dan Pertanahan Kabupaten Teluk Bintuni dan Kepala BPMPTSP untuk menghentikan proses AMDAL PT BSP dan meninjau kembali izin kesesuaian tata ruang yang diduga sudah diberikan. MRPB akan membuat Laporan kepada KPK dan Kejaksaan bahwa diduga ada permainan di sini. Sebab Perda RTRW Teluk Bintuni masih bermasalah karena melakukan paripurna Raperda RTRW lebih dahulu sebelum dilakukan persetujuan substansi di Kementerian. Karena RTRW bermasalah maka tidak bisa digunakan untuk memberikan izin kesesuaian ruang kepada perusahaan sawit tersebut” Masyarakat sipil dari Perkumpulan Panah Papua, Sulfianto Alias menilai bahwa masyarakat adat di wilayah Sumuri dan Aroba sudah saatnya memberikan sikap tegas apakah menolak atau menerima perusahaan tersebut. Perlu belajar dari masa lalu ketika ada segudang masalah yang muncul antara petani sawit, koperasi dan PT Varita Majutama sebagai pemegang izin perkebunan di wilayah tersebut. Saat ini diduga Izin pelepasan kawasan hutan PT Varita Maju Utama telah dicabut oleh pemerintah pusat. Berdasarkan analisis kami, PT BSP akan menempati eks lahan PT Varita Majutama. PT BSP sendiri merupakan anak grup dari Ciliandry Anky Abadi (Grup CAA). Grup CAA sendiri memiliki tiga anak perusahaan yang berada diKabupaten Sorong yaitu PT Inti Kebun Sejahtera, PT Inti Kebun Sawit dan PT Inti Kebun Lestari. Berdasarka laporan hasil evaluasi perizinan Provinsi Papua Barat (2021) ketiganya melakukan pelanggaran legalitas administrasi dan pelanggaran operasional. Masyarakat Sumuri dan Aroba harus mencermati baik Grup CAA ini, kalau lihat di daerah Sorong mereka bermasalah dengan melakukan pelanggaran. Tutup Sulfianto |
Archives
November 2024
|