Gambar. Pembahasan Integrasi Wilayah Adat Dalam Revisi RTRW Teluk Bintuni. Sumber : Sinar Papua News, 2022 Kasus dugaan korupsi pembuatan dokumen revisi RTRW Kabupaten Teluk Bintuni yang telah ditangani oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Teluk Bintuni mendapat sorotan dari elemen masyarakat adat. Piter Masakoda selaku Ketua Himpunan Moskona (Hipmos) menyatakan bahwa kami dirugikan dalam proses pembahasan Revisi RTRW yang sudah berlangsung cukup lama. Sejak Tahun 2021 kami telah mempersiapkan dan sudah menyerahkan peta wilayah adat 20 komunits marga kepada Bappeda Kabupaten Teluk Bintuni selaku penanggung jawab revisi RTRW. 20 komunitas marga ini tersebar di wilayah adat tujuh suku, namun sayangnya peta wilayah adat ini tidak terakomodir dalam dokumen Revisi RTRW. Harapan saya kepada Kejaksaan Negeri Kabupaten Teluk Bintuni untuk usut sampai tuntas pihak yang terlibat dalam pennggunaan dana APBD dalam proses revisi RTRW mulai dari pejabat paling atas sampai pejabat yang bermain di bawah.
Dari 20 komunitas marga, salah satu komunitas marga yang diusulkan masuk ke dalam dokumen revisi RTRW adalah wilayah adat marga Aisnak. Korneles Aisnak mewakili komunitasnya menyampaikan bahwa kami sudah melakukan identifikasi sendiri wilayah indikatif suku dan wilayah indikatif marga. Namun pemerintah kabupaten teluk Bintuni masa bodoh, di mana kah uang Otsus seharusnya uang Otsus ini di gunakan untuk pemetaan wilayah adat tersebut, namun kami kendala sampai sekarang karena dalam Perda RTRW Kabupaten Teluk Bintuni belum mengakomodir rencana untuk pengakuan komunitas masyarakat adat. Karena belum diakomodir dalam Perda RTRW maka kami mencoba usulkan kepada pemerintah agar wilayah adat terintegrasi dalam RTRW namun sampai sekarang tidak ada kejelasan dari penggagas yaitu Bappeda Kabupaten Teluk Bintuni. Setuju dengan tanggapan Korneles, Perwakilan Pemuda Wamesa, Roy Masyewi yang juga ikut terlibat dalam advokasi revisi RTRW melihat proses yang dilakukan oleh Bappeda Kabupaten Teluk Bintuni sangat tertutup. Kami tidak tahu proses revisi RTRW ini sudah sampai di mana bahkan kami meminta dokumen atau materi teknis beserta rancangan peraturan daerah tentang RTRW, Bappeda tidak pernah memberikan sampai sekarang. Kami meminta Kejaksaan perlu meninjau kembali atau menyelidiki agar bisa diketahui publik sejauh mana kegiatanini berjalan dan hasilnya dapat bermanfaat bagi daerah ini. Sulfianto Alias selaku aktivis lingkungan yang juga sebagai Ketua Perkumpulan Panah Papua menyatakan bahwa sejauh pengamatan kami, dalam proses revisi RTRW Kabupaten, wajib didahului kegiatan peninjauan kembali (PK) dokumen RTRW. Peninjauan kembali ini dilakukan oleh Tim Peninjauan Kembali yang di SK kan oleh Bupati. Jika hasil PK dinyatakan Perda RTRW direvisi maka masuk ke tahapan berikutnya yaitu revisi RTRW. Dalam proses revisi Perda RTRW ini juga dilakukan oleh tim revisi RTRW. Di Kabupaten Teluk Bintuni kami belum melihat adanya pembentukan tim PK maupun pembentukan tim revisi. Pada akhir Tahun 2022, Bappeda atau Bappelitbangda telah menginisiasi konsultasi publik, semestinya konsultasi publik ini bisa berjalan jika tim PK dan tim revisi sudah terbentuk. Narahubung : +62 813-4447-9218 (Korneles Aisnak-Perwakilan Suara 20 Komunitas Marga Bintuni)
0 Comments
Masyarakat adat suku besar Arfak mengunjungi Kantor DPR Kabupaten Manokwari pada Senin, 28 Agustus 2023. Adapun tujuan kunjungan yaitu untuk menyerahkan aspirasi masyarakat adat dari suku besar Arfak, meminta DPR Kabupaten Manokwari melakukan pembahasan dan penetapan Raperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) pada tahun ini.
Adapun masyarakat adat Suku Besar arfak yang melakukan kunjungan terdiri dari empat sub suku yaitu Sub Suku Meyah, Sub Suku Hatam, Sub suku Moile dan Sub Suku Moi Boray. Albertina Mansim selaku tokoh perempuan sub suku Moy Boray menyampaikan bahwa aspirasi hari ini sudah kita serahkan dan DPRK Kabupaten Manokwari sudah terima. Dalam surat aspirasi diberikan waktu kepada DPRK dari tanggal 28 Agustus 2023 hingga 28 November 2023. Kalau bisa DPRK berikan ruang kepada masyarakat adat, libatkan perwakilan sub suku minimal tiga orang dalam pembahasan Reperda PPMHA Kabupaten Manokwari Musa Mandacan mewakili Ketua Dewan Adat Sub Suku Meyah memberikan beberapa masukan, diantaranya DPR Manokwari diharapkan membentuk tim yang terdiri dari empat sub suku dan LSM untuk melakukan pembahasan rancangan peraturna daerah ini. “kami antar dokumen ini , dalam rancangan ini telah tercatat 4 sub suku dan 1 komunitas adat yang tersebar di wilayah Kabupaten Manokwari. Mewakili Dewan Adat Papua Wilayah III, Otto Ajoi menambahkan bahwa saat ini kamı selaku masyarakat adat disisihkan dari segala bidang. Terutama dari sisi budaya, sosial, Bahasa dan tanah. Sekarang kami merasa tersisih. Oleh karena itu kami mendorong DRPK Manokwari untuk menetapkan aturan yang melindungi kami sekarang. Ke depan hutan di kota manokwari sudah habis. Harapannya Perda ini melindungi hutan sebagai sumber air dan kehidupan bagi masyarakat. Mewakili masyarakat sipil Papua Barat , Damianus Walilo menyampaikan bahwa pembahasan rancangan ini telah dimulai sejak Tahun 2020, namun secara subyek dan obyek belum muncul. Pada saat itu masyarakat sipil berupaya untuk identifikasi subyek dan obyek masyaraakt adat di Kabupaten Manokwari. Kami sudah tiga kali audiensi dengan Bapemperda, terakhir audiensi kami dipimpin oleh Wakil Ketua 2 dan beliau menyampaikan kepada kami bahwa Raperda ini harus ada dukungan dari masyarakat adat. Setelah itu kami duduk bersama dengan Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai untuk melakukan pembobotan bersama Bapak Ibu masyarakat adat. Jadi itu kami sudah melakukan pembobotan subyek dan obyek dan kami kembalikan kepada DPRK yang punya kewenangan. Inisiatif ini muncul dari DPRK bukan dari LSM. kami hanya bermaksud membantu DPRD dan masyarakat. Saya pikir point penting yang tadi sudah disampaikan, Saran saya Ketua DPRD, Komis A, Bapemperda bisa duduk bersama membentuk panitia dan menyusun rencana kerja untuk membahas ini. Sementara dari DPRK Manokwari memberikan tanggapan terhdap masukan masyarakat adat. Ketua Badan Pembentukan Peraturan Dserah (Bapemperda) Kabupaten Manokwari, Masrawi Ariyanto menyatakan mendukung dan menerima aspirasi masyarakat dari suku besar Arfak. Kami menerima dokumen yang sudah diserahkan. Setelah melihat dokumen ini, ternyata sudah lengkap, ada naskah akademik dan Raperda nya. Hal ini bisa menjadi dasar agar Raperda ini bisa segera ditetapkan. Dalam waktu seminggu ke depan, beri kami waktu untuk melakukan rapat internal di DPRK membahas terkati rencan kerja dalam melakukan pembahasa Raperda ini. DPR Kabupaten Manokwari mengaggap Perda ini sangat penting. Mengapa perlu Perda PPMHA, tentunya untuk memproteksi budaya OAP terhadap pengaruh dari luar. Kebudayaan asli papua penting untuk dilindungi. Saya kira tidak ada alasan draf ini tidak menjadi perda. Narahubung : Damianus Walilo(082198313669) Simpul Jaringan Gambut Provinsi Papua Barat yang terdiri dari gabungan organisasi masyarakat sipil Perkumpulan Panah Papua, Perkumpulan Mnukwar dan Perkumpulan Oase mendesak Gubernur untuk segera mengatasi Karhutla yang terjadi di Kabupate Fakfak, Provinsi Papua Barat.
Koordinator Simpul Jaringan Gambut Papua Barat, Sulfianto Alias menilai bahwa dalam dua hari terakhir telah terjadi Karhutla yang cukup mengganggu aktifitas masyarakat. Kemarau panjang ini baru di mulai dan diperkirakan waktu musim kemarau masih cukup lama akibat adanya fenomena el nino. Berdasarkan pemberitaan terakhir, karhutla terjadi di dua kampung, yaitu Wonodadi Mulya dan Warisa Mulya. Khusus untuk Kampung Wonodadi mulya, sebagian besar wilayah administrasi kampung merupakan wilayah kerja PT RImbun Sawit Papua (PT RSP) sehingga Gubernur dan Bupati perlu meminta partisipasi PT RSP untuk melakukan penanganan terhadap Karhutla yang terjadi. Selain itu terdapat ekosistem gambut yang terletak di dalam wilayah Kampung Wonodadi Mulya dan di dalam wilayah izin PT RSP. Ekosistem gambut ini merupakan ekosistem yang rentan terhadap kebakaran apalagi pada kondisi kemarau yang sedang terjadi tutur Alias. Anggota Simpul Jaringan Pantau Gambut Papua Barat, Damianus Walilo menyatakan Gubernur Papua Barat perlu siap siaga untuk mengatasi karhutla melalui penanganan yang tepat. Selain itu, Pemerintah Provinsi Papua Barat perlu turun tangan berkolaborasi dengan pemerintah Kabupaten Fakfak. Tidak hanya di Kabupaten Fakfak, kabupaten lain juga perlu menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Papua Barat. Berdasarkan data sebaran titik panas (hotspot), Kabupaten Arfak, Kabupaten Manokwari Selatan serta Kabupaten Teluk Bintuni perlu menjadi perhatian. Tercatat terdapat 92 hotspot yang terdeteksi dalam satu bulan terakhir. Trend hotspot ini semakin meningkat dalam tiga bulan terakhir. Kejadian Karhutla berpotensi memeberikan dampak terhadap kesehatan masyarakat. Masyarakat adat dan masyarakat lokal beresiko untuk menderita penyakit ISPA karena asap yang ditimbulkan. Karhutla juga bisa mengganggu aktifitas pelayanan publik. Pada Tahun 2015, ketika Karhutla terjadi, penerbangan di Bandara Torea, Kabupaten Fakfak sempat ditutup karena gangguan kabut asap. Fenomena el nino yang terjadi pada Tahun ini menyebabkan musim kemarau yang lumayan panjang. Selain menyulut Karhutla, kemarau panjang juga bisa menyebabkan berkurangnya suplai air untuk tanaman pertanian masyarakat, Kita sudah melihat kekeringan yang terjadi di kabupaten Puncak yang memakan korban. Kita tidak ingin kejadian yang sama terjadi di Kabupaten Fakfak ujar Damianus |
Archives
April 2024
|